post image
KOMENTAR
Penolakan KPU terhadap rekomendasi Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR menimbulkan persolan baru.
 
DPR mau merevisi Undang Undang Partai Politik (parpol) dan Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah (pilkada). Pada saat yang sama persiapan tahapan pilkada serentak sudah semakin dekat.

Berdasarkana Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), parpol yang berhak mengikuti pilkada adalah yang terdaf­tar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Bila terjadi gugatan, KPU mengharuskan putusan pengadi­lan bersikap final dan mengikat. Sedangkan rekomendasi Panja Komisi II DPR adalah berdasar­kan putusan pengadilan terakhir meskipun belum final.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengata­kan, seharusnya KPU menerima rekomendasi Panja Komisi II DPR. Rokomendasi itu tidak ada masalah secara hukum. Semua peserta pemilu sejalan dengan itu.

Simak wawancara dengan Wakil Ketua DPR sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini:

Sebenarnya apa hasil pertemuan dengan KPU?

Dari hasil rapat konsultasi den­gan Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) dan KPU, pimpi­nan Komisi II DPR dan fraksi-fraksi menyepakati tiga kesim­pulan.

Pertama, tetap memasukkan rekomendasi Komisi II untuk PKPU. Kedua, seiring dengan itu akan direvisi Undang Undang Parpol dan Undang Undang Nomor 8/2015 untuk melakukan semacam amandemen. Sebab, di situ belum diatur adanya parpol berselisih. Ketiga, kita akan melakukan konsultasi dengan MA (Mahkamah Agung) dan MK (Mahkamah Konstitusi). Ini bagian dari kesimpulan ra­pat itu.

Mengapa UU Parpol dan UU Pilkada direvisi?
Mengenai revisi, saya kira itu suatu hal biasa. Sebab, di dalam undang-undang itu be­lum diatur masalah perselisihan partai politik. Saya kira memang sudah waktunya untuk dilakukan revisi. Memang agenda revisi ini sudah ada juga ya.

Revisi akan diselesaikan sebelum pembukaan pendaft­aran pilkada serentak?
Kita sambil lihat nanti situ­asinya. Kita juga akan bicara dengan pihak pemerintah kalau misalnya bisa disepakati, kan ini harus kedua belah pihak. Dengan demikian dengan cepat kita lakukan.

Bukankah revisi akan meng­ganggu proses tahapan pilka­da?
Sebenarnya itu tidak meng­ganggu tahapan pilkada. Saya kira itu nggak ada masalah ya.

Keputusan KPU dinilai sudah tepat, bagaimana?
Begini, sebenarnya nggak masalah bila KPU menerima rekomendasi Panja Komisi II itu. Sebab, semua peserta pilkada yaitu partai politik yang meru­pakan stakeholder utama sejalan dengan itu.

Kalau ada partai yang berselisih, memang harus diusahakan ada keputusan inkrah (putu­san tetap dan mengikat). Tapi bagaimana kita bisa mendesak keputusan inkrah?
Itu kan wewenang dari pengadilan, Mahkamah Agung tidak bisa memaksa. Ya syukur-syukur memang inkrah sebelum wak­tu yang ditetapkan. Selain itu, islah.
Saya kira ini jalan yang bagus. Tapi masalahnya siapa yang bisa menjamin itu.
Dalam keadaan tidak bisa inkrah dan tidak bisa islah, maka harus ada jalan lain. Kita harapkan untuk pilkada berikut­nya tidak perlu lagi ada masalah seperti ini.

Tapi KPU menegaskan tidak akan mengubah PKPU?

Itu yang saya maksud KPU ini cukup aneh ya. Mereka tidak mau menyelesaikan masalah dengan seperti itu.

Nanti kalau ada satu konflik sosial atau konflik politik yang berkepanjangan di daerah, ini gara-gara KPU, karena KPU yang membuat masalah ini tidak selesai seolah-olah berlindung di balik undang-undang.

Padahal rekomendasi Komisi II tidak menyalahi undang-un­dang manapun karena memang belum diatur.[rgu/rmol]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Peristiwa