Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan proses hukum terhadap R (14) pelaku pembekapan bayi 2,4 tahun Keiza Natani Elya Simanjuntak, di Jalan Jamin Ginting, gang Saudara, Kwala Bekala, Medan Johor, harus dilakukan dengan pendekatan Restorative Justice atau dikenal keadilan restorasi.
Hal ini menurutnya menjadi salah satu bentuk penyelesaian hukum yang melibatkan anak usia dibawah umur atas tindakan pidana yang dilakukannya.
"Dalam perspektif usia, anak itu harus dapat perlindungan dalam konteks pemeriksaan. Proses hukumnya tetap jalan namun dengan pendekatan restorasi artinya seluruh pihak baik keluarga korban, pelaku dan pendamping untuk memberikan pemahaman bahwa perbuatannya tersebut salah," katanya, Jum'at (24/4/2015).
Arist menjelaskan proses hukum seperti ini kerap dianggap tidak memberikan keadilan kepada korbannya apalagi dalam kasus terbunuhnya seseorang akibat perbuatan pelaku. Namun demikian, menurutnya disinilah negara seharusnya hadir untuk bisa mencegah hal-hal serupa kembali terjadi di masa mendatang. Karena apa yang dilakukan oleh pelaku menurutnya tidak terlepas dari berbagai persoalan yang menimpanya.
"Dia itu masih anak, dalam kondisi ini dia juga bisa disebut sebagai korban. Karena anak berusia 14 tahun tidak seyogyanya diberikan tanggung jawab untuk mengasuh bayi," ujarnya.
Dalam hal ini, penyidik menurutnya harus jeli dalam mendudukkan perkara yang melibatkan anak dibawah umur tersebut. Berbagai persoalan yang melatarbelakangi aksi tersebut termasuk adanya pengakuan bahwa pelaku menaruh dendam karena pernah jadi korban perkosaan merupakan hal yang harus diusut. Karena efek trauma atas pengalaman-pengalaman buruk tersebutlah yang memicu tindakannya tersebut.
"Penyidik harus jeli," demikian Arist.[rgu]
KOMENTAR ANDA