Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bicara kotor saat wawancara live di Kompas TV, Selasa malam, 17 Maret 2015. Saat wawancara setidaknya ada lima kata seronok yang diumbar Ahok antara lain 'ta*k' saat menantang DPRD DKI yang saat ini masih melayangkan hak angket kepadanya untuk memanggil langsung dirinya.
Perkataan kotor Ahok yang didengar oleh jutaan rakyat ini membuat miris di tengah implementasi revolusi mental yang digaungkan Presiden Joko Widodo.
"Tampaknya program Jokowi itu tak di gubris oleh Ahok. Prilaku Ahok tak ubahnya seperti penderita gangguan mental yang sukar dibedakan dengan orang normal," kata Sekjend Ikatan Alumni Politik (Ikapol) IISIP, Edward Panggabean , Minggu (22/3).
Padahal, katanya, Jokowi pernah menorehkan makna dari revolusi mental saat kampanyenya, bahwa sistem pendidikan harus diarahkan untuk membantu membangun identitas bangsa Indonesia yang berbudaya dan beradab.
"Nah, bagaimana kita terbangun dengan ucapan ahok tersebut, lalu bagaimana dia mendidik warganya, jika berprilaku seperti ini. Apakah ucapan itu merupakan sosok orang yang berbudaya dan beradab," tegasnya seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL.
Ditambahkan Edward, Presiden Jokowi dalam konsepsi revolusi mental yang digaungkannya juga mengutip konsep Trisakti yang pernah diutarakan Bung Karno dalam pidato tahun 1963 dengan tiga pilarnya, yakni Indonesia yang berdaulat secara politik, Indonesia yang mandiri secara ekonomi, dan Indonesia yang berkepribadian secara sosial-budaya. Namun, disayangkan konsep itu tak mengena dalam sikap Ahok yang sebelumnya pernah menjabat Bupati Belitung Timur.
"Ini ironis dalam komunikasi politik seorang pejabat yang berkarir di politik lebih dari 10 tahun itu. Ditengah kegalauan jati diri para remaja dan pemuda saat ini," papar dia.
Memang, kata Edward setiap manusia punya potensi bertingkah laku aneh. Namun, sebagai pejabat apalagi seorang Gubernur yang menjadi panutan warganya, seyogyanya Ahok mempunyai hikmat dan bijaksana dalam bertutur kata.
"Jangan buat kisruh konflik politik dia dengan pihak lain, namun menguras rakyat di tengah kondisi politik dan ekonomi yang masih prihatin gini. Selesaikanlah persoalan anda dengan penuh hikmat, minta akal yang bijak dan marifat. Bukan ciptakan manajemen konflik antara eksekutif dan legislatif, dengan mengajak rakyat untuk masuk dalam perdebatan dia," tegas aktivis 98 itu.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA