Pihak keluarga Almarhum Wasinton Simbolon, menyurati Presiden Joko Widodo terkait kepemilikan lahan tempat berdirinya SMU N 1 Pangururan, di Desa Pintusona, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Dalam surat bernomor 16/AM&S/III/2015 tersebut, pihak ahli waris menyampaikan keberatan mereka atas lahan seluas 24.670 meter persegi yang masih dikuasai oleh pemerintah tersebut hingga saat ini.
Kuasa hukum keluarga Simbolon, Andar M Situmorang mengatakan lahan tersebut seharusnya sudah dikembalikan kepada pemiliknya pada tahun 1981 silam. Hal ini sesuai surat perjanjian pinjam pakai yang dibuat pada tanggal 29 Agustus 1956.
"Artinya ada penguasaan lahan secara tidak sah oleh negara selama puluhan tahun dan ini menyebabkan kerugian bagi keluarga ahli waris," katanya, Senin (16/3/2015).
Andar menjelaskan, Milianna Malau (istri dari almarhum Wasinton Simbolon) dan puteranya Jabarang Simbolon, merupakan pewaris atas lahan adat dari nenek moyang mereka Op Pajongga Raja Pandua Pintusona. Hal ini disahkan oleh Lurah Pintusona melalui suratnya nomor 1/PAW/1984 tertanggal 3 April 1984.
"Saat ini sudah tahun 2015, artinya dalam kurun waktu 34 tahun sejak berakhirnya perjanjian itu, seharusnya keluarga ini mendapatkan kompensasi atas penguasaan lahan mereka tersebut," jelasnya.
Andar menambahkan, SMU N 1 Pangururan dibangun setelah adanya perjanjian antara pihak pemilik lahan dengan pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara (saat itu, Pangururan masih masuk bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara). Sejak tahun 1956, pemerintah tidak pernah memberikan kompensasi atas berdirinya sekolah tersebut kepada pemilik lahan.
Tragisnya, negara mulai melakukan "penyerobotan" atas lahan tersebut dengan terbitnya surat dari BPN berupa Sertifikat Hak Pakai no 1 an Departemen Pendidikan Nasional RI yang berkedudukan di Jakarta tertanggal 4 Juli 2000 atas lahan seluas 22.376 meter persegi di Desa Pintusona, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.
"Makanya kami memohon, agar bapak Presiden memerintahkan menteri terkait untuk menyelesaikan persoalan ini. Kami menagih janjinya yang menyatakan tidak akan melakukan intimidasi soal tanah adat masyarakat," ungkapnya.
Dalam perhitungan mereka, pemerintah harus membayar kompensasi berupa sewa tanah yang selama 59 tahun sudah digunakan oleh negara yakni sebesar Rp 59 miliar dengan perincian 1 miliar per tahun. Dalam hal ini, pemerintah juga didesak untuk membeli lahan seluas 31 ribu meter persegi di Jalan Lingkar Samosir dengan perincian Rp 5 juta per meter sehingga total mencapai Rp155 miliar.
"Total semuanya Rp 214 miliar. Saya hanya berharap, negara melalui Presiden RI bisa mengembalikan hak adat rakyat. Kalau masalah hukum terhadap para pelaku penggelapan tanah, saya serahkan saja kepada negara," tandas lawyer yang bulan lalu melaporkan komisioner KPK Johan Budi dan Chandra Hamzah ke Bareskrim Polri, terkait dugaan pertemuan dengan tersangka korupsi MN.[rgu]
KOMENTAR ANDA