post image
KOMENTAR
Insiden hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Teguh Satya Bhakti menangis saat memimpin sidang pembacaan putusan  perkara mengenai gugatan Suryadharma Ali dan Ghazali Harahap terhadap SK Menkumham tentang Pengesahan Perubahan Struktur Kepengurusan DPP PPP di Ruang Sidang Kartika (Utama) PTUN Jakarta, Rabu lalu  (25/2) berbuntut panjang.

Koalisi Pemuda Pemantau Peradilan (K-PPP) melaporkan hakim Teguh ke Komisi Yudisial (KY) terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik.

Koalisi yang terdiri dari Forum Pemuda Peduli Pendidikan (F-PPP), Forum Studi Pembangunan (FosPem) dan LSM Bina Bangun Generasi (BBG) meminta KY memeriksa Teguh Satya Bhakti bersama dua koleganya, Nur Akti dan Febru Wartati.

Presedium K-PPP, M. Nurdin Syahreza mengatakan, laporan dugaan pelanggaran kode etik tersebut dilakukan untuk membersihkan sistem peradilan di Indonesia. Pihaknya mengaku ada kejanggalan dibalik tangisan hakim Teguh.

"Kami perhatikan, tangisan hakim Teguh seolah-olah ada hubungan emosional dengan kasus yang ditangani. Padahal, hakim tidak boleh memihak, tidak boleh ada rasa suka atau tidak suka terhadap kasus yang ditangani," tegas Nurudin seusai melaporkan Teguh di kantor KY, Jalan Kramat, Jakarta Pusat, Rabu (4/3/2015).

Untuk memperkuat laporan, K-PPP menyertakan bukti-bukti fisik berupa foto, video dan kliping pemberitaan. Nurdin mengungkapkan, hampir semua media menyoroti tangisan hakim Teguh.

"Kami menyertakan dokumentasi berupa foto dan rekaman video. Kliping pemberitaan media kami sertakan untuk memperkuat bahwa kejadian tangisan itu ada, karena nggak mungkin media berbohong," urainya.

K-PPP menilai perilaku Teguh bertentangan dengan  Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI 047/KMA/SKB/IV/2009 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang kode etik dan pedoman prilaku hakim.[rgu/rmol]

LPM dan FKM USU Gelar Edukasi Kesahatan dan Pemberian Paket Covid 19

Sebelumnya

Akhyar: Pagi Tadi Satu Orang Meninggal Lagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel