Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai semakin terjerumus dalam ketidakkonsistenan dalam melaksanakan konstitusi dan kebijakan. Akibatnya terjadi krisis kepercayaan publik terhadap kepemimpinannya.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing mengaku, sedikitnya ada dua hal yang terindikasi secara kasat mata bahwa Jokowi terjerumus dalam ketidakkonsistenan. Pertama, soal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tak lama setelah menjadi Presiden meski sebenarnya banyak pihak telah mengingatkan.
"Tapi imbauan atau seruan yang disampaikan elemen masyarakat, termasuk pakar, tetap dicuekin," ujarnya dalam diskusi publik bertajuk 'Polemik Pengangkatan Kapolri dan Krisis Konstitusi' yang digelar Gerakan Trisakti Nusantara (GTN) di Jakarta, Minggu (1/3/2015).
Lucunya, setelah dinaikkan, pemerintahan Jokowi kemudian menurunkan kembali harga BBM, namun tidak membawa pengaruh terhadap harga sembako yang sudah terlanjur naik.
Kebijakan harga BBM menunjukkan kalau keputusan itu dibuat tidak berdasarkan pemikiran yang matang dan tak mau mendengarkan saran orang lain.
"Kalau Jokowi yang merumuskan atau membuat keputusan itu berarti Jokowi tidak berpikir tentang kerakyatan dan Nawacita. Tapi, kalau itu dirumuskan oleh timnya ada agenda politik apa di balik itu," katanya.
Kedua, lanjutnya adalah soal calon Kapolri. Emrus berpandangan bahwa pengajuan Komjen Badrodin Haiti sebagai calon Kapolri itu sama saja dengan membatalkan pelantikan Komjen Budi Gunawan yang sudah disetujui DPR, sekalipun pembatalan tidak diucapkan langsung.
Menurut Emrus, pola yang dipakai Jokowi itu bermakna denotatif. Yakni, dengan pernyataan mencalonkan Badrodin Haiti sebagai Kapolri, artinya Presiden ingin menyatakan pelantikan Budi Gunawan dibatalkan.
Sikap Jokowi tersebut merupakan sebuah inkonsistensi. Apalagi, Jokowi kerap mengatakan kalau pelantikan Budi Gunawan ditunda bukan dibatalkan. Tapi kenyataannya malah diajukan nama Badrodin Haiti.
"Kalau inkonsistensi sangat berbahaya, dia yang memulai dia pula yang mengakhiri," pungkasnya. [ben/rmol.co]
KOMENTAR ANDA