Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai, mafia beras sangat pintar membaca kebijakan pangan era pemerintahan Presiden Jokowi. Dimana, program ketahanan pangan hanya sebuah janji yang sampai di bibir Jokowi.
"Target mafia beras hanya satu, agar pemerintah Jokowi dipaksa untuk melakukan impor beras sebanyak banyak ke Indonesia.langkah pertama yang akan dilakukan mafia adalah mendorong naiknya harga beras. Agar stok beras di gudang-gudang Bulog terkuras habis untuk operasi pasar dalam rangka stabiliasasi harga," katanya, Minggu (1/3/2015).
Menurutnya, yang diamati mafia itu adalah bila melihat data terdahalu. Realisasi pengadaan gabah/beras oleh Bulog rata-rata hanya sebesar 46 persen dari target. Oleh karena, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) lebih rendah dari harga pasar.
"Saat ini saja, harga pembelian pemerintah dari masyarakat hanya sebesar Rp 3.300/kg, sedangkan harga pasar bisa mencapai sebesar Rp 12.500/kg. Artinya, masyarakat lebih baik menjual beras melalui pasar dari pada menjual ke Bulog. Padahal, Bulog membeli Beras melalui mitra Bulog, dan mitra yang aktif menjual ke Bulog hanya sebanyak 50,87 persen saja," ungkapnya.
Ucok menyimpulkan, metode HPP tidak efektif menyerap hasil produksi pada dalam negeri. Seharusnya, Jokowi tidak hanya melakukan blusukan, tapi harus punya pikiran bahwa metode ini harus dihapus.
"HPP ini lebih berfungsi sebagai batas terendah dari harga pasar, dan juga sebagai indikator perlu impor beras. Dan HPP bukan untuk membantu petani agar bisa kaya raya, malahan petani bisa menjadi miskin," jelasnya.
Langkah yang kedua akan dilakukan mafia beras adalah mendorong pemerintah untuk melakukan impor beras.
"stok gudang Bulog tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bila melihat data pemerintah, pada tahun 2014 Indonesia kekurangan beras sekitar 6 juta ton. Atau bisa dilihat dari pemerintah pernah punya target proyeksi produksi padi pada tahun 2013 sebanyak 72.06 ton dan pada tahun 2014 sebanyak 76.56 juta ton. Tapi, ternyata produksi pada pada tahun 2013 sebesar 69.63 juta ton, dan pada tahun 2014 hanya sebanyak 70.98 juta ton.[ben/rmoljabar.com]
KOMENTAR ANDA