Berbagai elemen masyarakat Karawang merespons tegas pernyataan PT Agung Podomoro Land (APLN) yang akan menjadikan tanah sengketa di Kecamatan Telukjambe sebagai sentra industri dan bisnis.
Serikat Petani Karawang (Sepetak) mengingatkan, pemerintah dan semua pihak terkait dapat memperhatikan, melindungi dan membela masyarakat yang menjadi korban perampasan hak atas tanah yang dilakukan APLN, sebagai kelanjutan praktik kotor PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP) yang puluhan tahun bersengketa dengan masyarakat lokal sebelum diakuisisi APLN pada 2012.
Ketua Sepetak Hilal Tamimi menceritakan, pada 24 Juni 2014 lalu, para petani di tiga desa yaitu Margamulya, Mulyasari, dan Wanakerta tidak berdaya menghadapi aparat Brimob yang melakukan eksekusi tanah seluas 350 hektare. Eksekusi berdasarkan putusan Peninjauan Kembali Pengadilan Negeri Karawang Nomor 160.PK/PDT/2011 yang dinilai cacat hukum.
Menurutnya, Pemkab Karawang yang dipimpin Ade Swara (sekarang tahanan KPK) dan sekarang dipegang oleh Wabup Cellica Nurachadiana seharusnya secara total mendukung dan melindungi perjuangan masyarakat di tiga desa tersebut.
"Kami sesalkan Cellica Nurachadiana yang menjabat sebagai Pelaksana Tugas Bupati Karawang tak jauh berbeda dengan pendahulunya. Yang selalu menutup mata terhadap dinamika konflik petani, khususnya konfilk di tiga desa itu," beber Hilal dalam keterangannya kepada redaksi, Sabtu (21/2).
Hilal mengatakan, pihaknya akan terus bergerak bersama petani dalam menentang klaim atas lahan oleh Agung Podomoro Land.
"Karena tanah adalah tempat hidup dan matinya kaum tani, maka perlawanan ini bukan hanya bicara hak atas tanah namun juga tanggung jawab sejarah akan perjuangan petani," katanya.
Selain itu, Sepetak bersama petani juga mampu menunjukkan bukti sah kepemilikan atas tanah. Seperti surat kepemilikan tanah Letter (c), DHKP, SPPT, STTS serta beberapa surat keterangan resmi yang dikeluarkan oleh aparat desa.
"Hingga hari ini Agung Podomoro tidak bisa menunjukkan bukti asli surat tanah, hanya menggunakan PK 160 sebagai senjata untuk mengklaim tanah warga. Padahal putusan tersebut cacat hukum karena dua alat bukti yang memenangkan perkara yaitu SPH dan Peta Bidang sudah lama berada dalam penyitaan Kejati Jakarta dan kepolisian. Jadi, dianggap cacat permanen," jelas Hilal.
Hilal juga menjabarkan, Agung Podomoro Land bahkan kembali memberikan surat keterangan palsu tentang kehilangan Surat Pelepasan Hak asli kepada Badan Pertanahan Nasional untuk memohon diterbitkan Hak Guna Bangun. Padahal, SPH termaksud sedang dalam penyitaan lembaga penegak hukum.
"Karena APLN sudah melakukan banyak kebohongan dan manipulasi yang menyebabkan ratusan masyarakat terusir maka kami dengan tegas menyatakan perang. Kami akan terus berjuang sampai kebenaran terwujud dan tanah kembali ke pangkuan masyarakat," tandasnya.
Untuk diketahui, pada 16 Februari lalu, Agung Podomoro Land mengumumkan bahwa lahan milik petani di Desa Margamulya, Mulyasari, dan Wanakerta akan dijadikan Karawang Industrial Park. Pembangunannya segera dilakukan setelah musim hujan selesai. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA