CANDU. Dianggap benda oleh kebanyakan orang. Sejenis zat yang dapat membawa pikiran pada kondisi fly. Tetapi, candu yang kita bicarakan adalah mekanisme kerja pikiran. Mentalitas terpola tersusun dalam struktur kejiwaan manusia. Sejak dahulu kala hingga kini.
Candu adalah salah satu fragmen dari sistem kesadaran manusia. Dari masa ke masa, manusia butuh candu. Makanya ada kecanduan. Yang dicandukan bisa macam-macam. Bisa benda atau prilaku. Kalau sekarang ini, lagi marak candu bebatuan. Mulai dari jenis kristal sampai batu akik.
Dari ujung ke ujung pulau negeri ini, orang-orang ramai 'main batu'. Di dalam gang sempit dan di sudut-sudut tertentu, ramai juga tukang asah batu. Di pasar, mobil bak terbuka parkir jual potongan-potongan batu alam. Dijual perkiloan. Dikerubungi kaum pria yang sedang pilih-pilih. Suara mereka berebut naik-turun tawar menawar. Bersaing dengan suara kumpulan emak-emak di sebelahnya. Yang sedang tawar menawar harga ikan segar. Juga dijajakan mobil bak terbuka.
Aku punya teman pengamat sosial amatiran. Amatannya sering jitu. Tapi enggan dapat duit dari situ (di sinilah letak keamatirannya). Kemarin aku ngobrol sama dia. Entah bagaimana, obrolan kami sampai pada isu bebatuan kontemporer. Menurut beliau sang pengamat, candu bebatuan meningkat terutama saat semarak Pilpres 2014 lalu. Jadi, kesimpulan sementaranya, bebatuan jadi semacam 'pelarian' di tengah perang urat syaraf antar pendukung kandidat.
Bila analisis temanku itu benar, berarti masyarakat kita punya kecerdasan untuk mempertahankan kesolidan sosial. Hiruk pikuk kontestasi Pilpres menyita banyak energi sosial. Saling ejek antar pendukung di medsos bertensi tinggi. Rivalitas keras terasa karena hanya dua pasang calon, dan ini pertama kali paska reformasi. Namun, rupanya masyarakat punya naluri mempertahankan kohesi sosial. Kecerdasan instingtif itu beroperasi lewat candu bebatuan. Ada peran lapisan jiwa kolektif yang menyediakan 'pelarian' di tengah wacana kampanye Pilpres yang tak jarang menampilkan hasrat liar purbawi. 'Pelarian' pada candu bebatuan yang berfungsi meredakan ketegangan urat syaraf.
Ternyata, ada nilai kebijaksanaan dalam fenomena candu batu. Beda minat dan selera batu akik tak membuat sesama pecandu bermusuhan. Mereka justru menikmati saling pamer batu masing-masing. Memamerkan keindahan batu di tangan sendiri sambil menikmati keindahan batu di tangan orang lain. Sesama pecandu saling berbagi cerita batu masing-masing.
Candu batu punya makna tersendiri, selain juga turut bantu putar roda perekonomian. Walau ada aspek keseimbangan lingkungan hidup yang perlu diperhatikan. Juga efek negatif kecanduan, tentunya. [aat]
Penulis adalah praktisi simbol dan meditasi
KOMENTAR ANDA