Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay memertanyakan dasar pemerintah dalam menentukan target sasaran bantuan lewat program Kartu Sakti yang terdiri Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) jika meragukan data kemiskinan.
"Kalau pemerintah tidak tahu siapa saja yang miskin, lalu bagaimana mendistribusikan bantuan kemiskinan yang telah diprogramkan pemerintah.Jika presiden tidak percaya dengan data yang ada, lalu apakah data yang ada sekarang tetap akan dipakai," ujarnya kepada Kantor Berita Politik RMOL di Jakarta, Minggu (15/2/2015).
Ia menilai, dengan pertanyaan itu Presiden Jokowi sekaligus meragukan data yang ada pada TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) yang dibuat Badan Pusat Statistik.
Pernyataan itu bisa membuat berbagai kalangan mempertanyakan target sasaran program bantuan kemiskinan tahun 2015 yang anggarannya telah disahkan oleh DPR.
"Presiden Jokowi secara tidak langsung mengakui bahwa ada kesimpangsiuran definisi dan indikator kemiskinan yang dilakukan oleh beberapa kementerian dan lembaga pemerintah," jelasnya.
Berdasarkan hal itu, pemerintah sebaiknya melakukan pendataan ulang sebelum mendistribusikan bantuan kemiskinan tersebut. Dengan begitu, Presiden Jokowi dan masyarakat dapat yakin bahwa distribusi bantuan tidak salah sasaran. Selain itu, pendataan menjadi kunci penting dalam kesuksesan program percepatan penanggulangan kemiskinan.
" Jika tidak punya data, bisa jadi orang akan meragukan kemampuan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia. Pernyataan Presiden itu pernyataan yang serius dan perlu ditindaklanjuti," jelas Saleh yang juga Ketua DPP Partai Amanat Nasional.
Ia mengaku, dengan tidak disalurkan alokasi anggaran bantuan kemiskinan yang telah ditetapkan pemerintah bersama DPR, bisa jadi tidak bermanfaat. Pasalnya, untuk program PSKS (KKS) saja, pemerintah telah mengalokasikan dana Rp 9,3 triliun, belum lagi program KIS dan KIP. Program yang dibutuhkan rakyat tersebut bisa jadi kurang bermakna karena masalah data.
Dalam mendata ulang,jelasnya, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan pemerintah. Yakni, pemerintah harus melakukan koordinasi dengan seluruh kementerian dan lembaga untuk menetapkan indikator kemiskinan agar seragam.
"Ini kan agak rumit ya. Indikator kemiskinan antar kementerian dan lembaga berbeda. Saat ini, Bappenas, Kemenko Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan, Kemenkes, Kemensos, dan BKKBN memiliki indikator sendiri-sendiri. Wajar jika data kemiskinan simpang siur," kata Saleh.
Kedua, pemerintah semestinya merujuk pada amanat Undang-Undang Nomor 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Yang mana sudah menjelaskan mekanisme pendataan dan validasi data kemiskinan.
"Ke depan, masalah pendataan ini sebaiknya tidak lagi menjadi tanggung jawab TNP2K. Kemensos sebagai pemilik data diwajibkan melaporkan data-data yang mereka miliki ke masing-masing kementerian dan lembaga tersebut," tegas Saleh. [ben/rmol]
KOMENTAR ANDA