Langkah kepolisian yang terus membongkar kejahatan masa lalu, seperti skandal Pilkada Kotawaringin tahun 2010 yang diduga melibatkan petinggi KPK, khususnya Bambang Widjojanto (BW), sepatutnya didukung.
"Saya tidak anti lembaga penegak hukum yang bersih dan independen seperti KPK, polisi, dan Kejaksaan. Tapi kita wajib menolak mereka yang memanfaatkan lembaga penegak hukum dan trust public ini untuk kepentingan kelompok tertentu," ungkap Pengurus Pusat Komite Mahasiswa Nasional Indonesia, Suhardin Yoris di Jakarta, Minggu (25/1).
Bahkan menurut dia, Polri tak perlu takut menghadapi para pendukung BW. Sebaliknya, ia mengimbau para aktivis antikorupsi seperti ICW untuk tidak berusaha mengintervensi dengan opini seolah-olah Polri sedang mengkriminalisasikan petinggi KPK. Sehingga, mengganggu proses hukum yang sedang berjalan di Bareskim Mabes Polri.
"Aktivis, khususnya ICW jangan membabi buta membela Bambang Wijayanto? Harus rasional dan objektif," tegas Yoris, yang juga Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam.
Sekedar diketahui, rentetan kasus sumpah palsu yang disangkakan kepada BW berawal pada tanggal 12 Juni 2010, KPU Kobar menetapkan pasangan Sugianto Sabran dan Eko Sumarno sebagai kepala daerah terpilih dengan perolehan 67.199 suara. Sedang rivalnya, pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto meraih 55.281 suara.
Tanggal 16 Juni 2010, pasangan Ujang-Bambang melalui kuasa hukum dari kantor Bambang Widjojanto, Sonhadji dan Associates mengajukan gugatan perselisihan hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi. Pada tanggal 18 Juni 2010 permohonan itu diregistrasi dengan nomor 45/PHPU.DVII/2010 yang akhirnya dikabulkan.
Majelis hakim MK mendiskualifikasi pasangan Sugianto-Eko dan memerintahkan KPU Kobar untuk menerbitkan surat keputusan yang menetapkan pasangan Ujang-Bambang sebagai bupati dan wakil bupati terpilih. Namun putusan MK ini tidak dilaksanakan, KPU Kobar menyerahkan ke DPRD Kobar sesuai keputusan awal.
DPRD Kobar pada 15 Juli 2010 mengusulkan pasangan Sugianto-Eko sebagai kepala daerah terpilih dan menyerahkan penetapan kepada Mendagri melalui Gubernur Kalimantan Tengah. Gamawan Fauzi, mendagri saat itu, lantas meminta KPU Pusat menyelesaikan persoalan ini. Tanggal 26 Juli 2010, KPU Pusat gagal menggelar rapat pleno.
Tiga bulan kemudian, tepatnya 9 Oktober 2010, Bareskim Polri menahan saksi Ujang-Bambang, Ratna Mutiara atas kesaksian palsu di bawah sumpah MK. Ratna dikenakan sangkaan pasal 242 KUHP dengan ancaman tujuh tahun penjara.
Pada tanggal 30 Desember 2011, Mendagri Gamawan tetap melantik pasangan Ujang-Bambang sebagai kepala daerah Kobar terpilih periode tahun 2011-2016.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA