Hampir semua rakyat Indonesia berdecak kagum terhadap presiden RI Jokowi, atas keteguhannya menolak permohonan pengampunan atas eksekusi mati terhadap warga negara asing terpidana mati kasus narkoba yg dilakukan pemerintah masing-masing para terpidana mati, baik yang telah dieksekusi maupun yang akan dieksekusi. Pelaksanaan eksekusi mati perdana di Indonesia di masa pemerintahan presiden Jokowi yang lalu pun berjalan dengan penuh kesibukan.
Puluhan, bahkan ratusan personil dari instansi pemerintah terkait, turut ikut kehebohan pemberitaan media massa. Ada yang pro dan kontra dikalangan pengamat. Tentunya proses eksekusi tersebut membutuhkan banyak dana yang dikeluarkan negara. Agar rakyat benar-benar puas, maka perlu adanya audit transparan terhadap penggunaan dana eksekusi tersebut. Hal ini disampaikan Koordinator Nasional Relawan Bersama Rakyat Bantu Harimau Nasional (BeRTuHAN), Safrizal El Batubara kepada medanbagus.com, Kamis (22/1/2015).
"Audit anggaran eksekusi mati di semua instansi pemerintah terkait secara transparan. Agar rakyat benar-benar puas terhadap prosesi eksekuti mati yang telah terlaksana maupun yang akan dilaksanakan," pinta Rizal.
Rizal menambahkan, kedengaran asing ketika banyak pihak melontarkan sikap mendukung pemerintah terhadap eksekusi mati terhadap terpidana mati narkoba. Namun dirinya malah berpandangan berbeda, khususnya terhadap anggaran yang dikeluarkan negera agar di audit.
"Karena eksekuti mati dilakukan untuk menimbulkan efek jera, ini juga merupakan peringatan buat semua yang masih hidup di Indonesia agar ingat mati. Nah lantas jika semua kita ingat mati, maka terhindar dari berbuat dosa, apalagi dosa besar korupsi, tidak amanah dalam kepemimpinan dan penyalahgunaan wewenang," ungkapnya.
Lebih lanjut Rizal mengatakan, jika dana eksekusi mati tidak diaudit, mana mungkin masyarakat tahu sebersih apa prosesi eksekusi mati, baik personal institusi pemerintah terkait maupun prosesnya.
"Eksekusi mati harus bersih, eksekutornya mutlak bersih juga," pungkasnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA