Meski patut disyukuri, penetapan UU Pilkada masih menyisakan banyak persoalan yang memerlukan penyelesaian masalah secara cepat. Sebab dalam waktu dekat akan diselenggarakan Pilkada di banyak daerah.
Persoalan pertama, kata Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma) Indonesia, Said Salahuddin, terkait dengan pengujian Perpu Pilkada yang masih berproses di Mahkamah Konstitusi (MK). Kemungkinan MK akan memutus perkara itu dalam beberapa waktu kedepan.
"Apabila Putusan MK menyatakan Perpu Pilkada inkonstitusional, maka tentu akan memunculkan permasalahan hukum baru disitu. Bagaimana mungkin UU Pilkada yang berasal dari RUU yang inkonstitusional akan dijadikan sebagai dasar hukum Pilkada?" ungkap Said kepada Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu, Rabu, (21/1/2015).
Menurut Said, kalau MK menyatakan Perppu Pilkada tidak bertentangan dengan UUD 1945 atau permohonan pengujian Perppu dianggap tidak relevan lagi diadili oleh MK karena Perppu tersebut sudah berganti baju menjadi UU, misalnya, maka persoalan pertama ini selesai dengan sendirinya.
Persoalan kedua, lanjut Said, adalah terkait dengan posisi KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara Pilkada. Hal ini sebetulnya masih rawan dipermasalahkan secara hukum, karena telah ada Putusan MK Nomor 97/2014 yang menyatakan bahwa Pilkada bukanlah pemilihan umum.
Karena Pilkada bukan lagi termasuk dalam rezim Pemilu, lanjut Said, sehingga MK menyatakan lembaganya tidak berwenang lagi memutus perkara perselisihan hasil Pilkada.
"Maka pertanyaannya kemudian adalah, apakah KPU dan pengawas pemilihan umum dapat dikatakan konstitusional menjadi penyelenggara dari suatu pemilihan yang bukan pemilihan umum?," urai Said.
"Artinya, apabila UU Pilkada disoal ke MK, lalu MK menyatakan KPU dan Bawaslu tidak berwenang menyelenggarakan Pilkada, lantas bagaimana nasib penyelenggaraan Pilkada nantinya? Apakah penyelenggaraan dan hasil Pilkada itu dapat dikatakan sah?" sambung Said.
Ketiga, masih kata Said, masih adanya permasalahan yang terkait dengan teknis dan penyelesaian hasil Pilkada. Misalnya, soal kepala daerah yang tidak lagi dipilih secara paket.
"Disitu kan masih memunculkan perdebatan dari aspek polik dan hukumnya. Lalu soal mekanisme uji publik yang belum clear format dan efektifitasnya. Belum lagi soal penentuan lembaga mana yang akan mengadili hasil Pilkada. Itu kan masih belum jelas," demikian Said.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA