Sebetulnya, jika saja Presiden Joko Widodo (Jokowi) mau meminta pertimbangan internal kepolisian dalam proses pergantian Kapolri, maka polemik terkait pencalonan Komjen Budi Gunawan tak akan terjadi.
Demikian dikatakan mantan Wakil Kepala Polri, Komjen (Purn) Drs. Oegroseno, dalam diskusi "Kali ini tidak 86" yang disiarkan oleh radio smartfm, Sabtu (17/1/2015). Dia mengecam kepentingan politik yang membuat presiden terjepit.
"Yang memahami polisi adalah internal polisi, jadi pertimbangan dari internal Polri ini sebetulnya menjadi penting," tegas Oegro yang juga pernah jadi mantan Kapolda Sumatera Utara ini.
Dia mengatakan, kasus pergantian calon Kapolri di awal pemerintahan Jokowi ini berbeda dengan zaman pemerintahan Presiden SBY dan sebelum-sebelumnya. Di zaman para pendahulu Jokowi, masukan dan pertimbangan dari internal Polri selalu diminta sebelum pergantian calon Kapolri.
"Yang perlu digarisabawahi, pergantian Kapolri itu sebetulnya bukan hal yang sangat luar biasa. Seperti dulu-dulu, bicarakan, ini kan etika. Setelah itu pasti (nama calon) diajukan dan bulat. Kalau ini ditempuh, saya yakin situasi tak akan seperti ini," ujarnya.
Oegro mengaku simpati kepada Jenderal Sutarman yang diberhentikan presiden dari jabatan Kapolri, padahal masa aktifnya di kepolisian masih cukup panjang. Apalagi Sutarman seperti tidak diajak bicara oleh presiden tentang rencana pergantian Kapolri.
"Kasihan Pak Tarman, kalau 30 hari dia enggak masuk kantor dianggap desersi. Kalau dia masuk kantor, mau ngantor di mana? Kapolri kan sudah dipegang Plt Pak Badrodin Haiti," ungkap alumnus Akpol tahun 1978 ini.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA