Tak lama setelah Budi Gunawan ditetapkannya sebagai tersangka, muncul isu terulangnya cerita cicak vs buaya jilid II. Wakapolri Komjen Badrodin buru-buru menepis isu tersebut. Jaminan serupa dilontarkan Kapolri Jenderal Sutarman.
Jaminan diberikan saat Sutarman bertemu pimpinan KPK di Mabes Polri, kemarin. "Saya sudah ketemu Kapolri, ada beberapa pernyataan yang menarik. Ini bukan kasus yang sama seperti dulu," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di kantornya,
Terpisah, Badrodin menjamin tak akan ada anggota polisi yang menggeruduk kantor KPK seperti saat dalam penetapan tersangka Irjen Djoko Susilo dalam kasus suap simulator SIM, tahun 2012 lalu. Kejadian ini tenar dengan nama cicak vs buaya jilid 2. Cicak merujuk ke KPK, sementara buaya adalah polisi. Saya menjamin tidak ada tindakan geruduk KPK,” tegas Badrodin, di kantornya, kemarin.
Selain itu, Badrodin menegaskan polisi tidak akan mengahalang-halangi penyidikan KPK. Ia menyerahkan semua proses hukum kepada penyidik KPK. Polri sepenuhnya menghormati proses hukum,” ujarnya.
Terpisah, Kapolri Jenderal Sutarman menjelaskan teknik penelusuran rekening mencurigakan Budi Gunawan yang akhirnya dinyatakan clearance.
Yang pertama dilakukan adalah memanggil pemilik rekening mencurigakan tersebut. Kemudian yang bersangkutan dimintai penjelasan mengenai transaksi dalam rekeningnya.
Dicontohkan Sutarman, bila ada transaksi Rp 50 juta maka akan ditanyakan sumbernya berasal dari mana. Bila diandaikan kembali hasil dari penjualan sepeda, maka akan dicek sepeda seperti apa sehingga dihargai Rp 50 juta kemudian tanda bukti jual belinya apa dan sebagainya.
"Kalau itu bisa membuktikan bukti-buktinya berarti transaksi itu benar," kata Sutarman di Mabes Polri.
Selain itu, orang yang dicurigai memiliki transaksi keuangan yang janggal akan dimintai penjelasan asal usul hartanya. "Kalau dia tidak bisa menjelaskan asal usulnya jumlah yang ada disitu (rekening) maka kita akan kejar dari mana. Nah dari mana akan kita tentukan predikat crimenya," ungkapnya.
Dikatakan Sutarman pada saat menelusuri asal-usul transaksi mencurigakan Budi Gunawan, bekas Kapolda Bali itu sudah memberikan klarifikasi. Hasil klarifikasi kemudian diberikan ke PPATK.
"Jadi sudah disampaikan data itu pada kita dan dianggap itu transaksi itu seluruhnya didukung bukti-bukti," ungkapnya.
Dikatakannya, meskipun sebelumnya Polri menyatakan rekening mencurigakan Budi Gunawan tidak ditemukan unsur pidana bukan berarti institusi lain tidak bisa melacaknya. "Jangankan itu, penyidikan yang sudah dihentikan pun kalau ada novum ada bukti baru itu bisa dibuka kembali," bebernya.
Untuk itu, Sutarman mengatakan bahwa KPK lah yang mengetahui seutuhnya apa bukti-bukti yang menyatakan Budi Gunawan bisa ditetapkan sebagai tersangka. "Nah di KPK, tentu penyidikan ini sepenuhnya dilakukan KPK, tentu yang tahu persis pembuktiannya KPK," tandasnya.
Sementara itu, PPATK mengakui pernah melaporkan transkasi mencurigakan Komjen Budi Gunawan ke Bareskrim Polri. Transaksi pada 2005-2006 itu mencapai puluhan miliar rupiah. Pada Maret 2010, PPATK melapor ke Polri.
"Menyangkut Pak BG, ada puluhan miliar rupiah di luar kewajaran," jelas Kepala PPATK M Yusuf, kemarin. Yusuf menjelaskan, transaksi Budi Gunawan berasal dari sejumlah pihak. Tapi Yusuf tak mengungkapkannya. Karena keterbatasan personel dan peralatan, Laporan hasil analisa (LHA) itu baru dikirimkan pada 2010 ke Bareskrim Polri.
Pada Mei 2010 Polri merespons dengan melakukan penyelidikan. Tak lama, PPATK dikirimi surat kalau transaksi itu tidak terindikasi pidana. "Penjelasannya itu pinjaman perusahaan di luar negeri," ungkap Yusuf.
Hal itu pun dianggap selesai. Sebab, PPATK tidak memiliki kewenangan mereview laporan Polri. "Jadi kami taruh suratnya di arsip," imbuhnya.
Pada pertengahan 2014, KPK datang ke PPATK dan meminta data transaksi Budi secara keseluruhan. KPK sebelumnya sudah mendapatkan laporan dari masyarakat. "Data kami hanya melengkapi, KPK sudah memiliki pijakan dari LHKPN," tutup Yusuf.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA