Prioritas pembangunan tol Medan-Binjai sepertinya akan dialihkan ke Bakauheni-Lampung. Hal ini terlihat dari pernyataan Menteri BUMN Rini Soemarno yang mengungkapkan adanya perubahan prioritas pembangunan tol Trans Sumatera ke sisi bawah Pulau Sumatera yakni Bakauheni-Lampung untuk mendukung sistem transportasi laut di Selat Sunda yang sedang dikembangkan.
Padahal, di era pemerintahan SBY, tol Medan-Binjai merupakan prioritas untuk membangun Trans Sumatera yang menghubungkan Bakauheni (Lampung) hingga Banda Aceh sepanjang 2.600 Km. Jalan ini direncanakan terdiri atas 23 ruas yaitu 15 ruas koridor utama dan 8 ruas koridor pendukung. Melalui Perpres No 100 tahun 2014 tanggal 17 September 2014, pemerintah menugaskan PT Hutama Karya membangun jalan tol Trans Sumatera bersama lima kementerian yaitu Kemenko Perekonomian, Pekerjaan Umum, BUMN, Perehubungan dan Keuangan.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sendiri mengaku belum mendapat keterangan resmi soal rencana pengalihan prioritas pembangunan tersebut.
"Sampai dengan sekarang, Pemprov Sumut tidak diberi tahu soal rencana Pusat mengalihkan pembangunan Tol Medan-Binjai yang masuk dalam Trans Sumatera itu ke Lampung dan Palembang ,"kata Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda) Sumut, Arsyad Lubis di Medan, akhir pekan lalu.
Arsyad menjelaskan pihaknya akan langsung meminta penjelasan dari pusat mengenai rencana tersebut sehingga pembangunan tol Medan-Binjai tetap menjadi prioritas.
"Pemprov juga akan meminta Pusat tetap memprioritaskan proyek Tol Medan-Binjai," katanya.
Data yang didapatkan, jalan tol Medan-Binjai yang membentang sepanjang 17 km melintasi 3 kabupaten/kota yaitu Deliserdang, Medan dan Binjai. Jalan ini memerlukan investasi Rp 1,6 triliun (di luar biaya pembebasan lahan) dengan rencana masa konstruksi 3 tahun. Para pengguna jalan nantinya dapat mengakses jalan tol Medan-Binjai melalalui tiga simpang susun yaitu di Binjai (Jalan Megawati), Sei Semayang (Jalan Ordebaru Km 12,5), Helvetia (Jalan Gaperta) dan junction Tanjung Mulia.[rgu]
KOMENTAR ANDA