Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) menilai pemerintah menerapkan teori balon dalam menaik dan menurunkan harga BBM.
Pasalnya, secara teori kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM, tetapi dilain pihak pemerintah menaikkan harga komoditas lainnya seperti gas.
"Pemerintah seperti balon, bila ditiup dengan udara akan menggelembung. Nah itulah yang terjadi dengan kebijakan naik turunnya harga BBM. Seolah pemerintah berusaha menyelesaikan suatu masalah," kata Direktur LAPK Farid Wajdi, Senin (5/1/2015).
Diungkapkannya, pemerintah keinginan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan cepat yakni dengan menurunkan harga BBM. Tetapi penurunan itu tidak direspon pasar.
"Pelaku usaha termasuk yang bergerak di bidang transportasi tidak menyesuaikan harga atau tarif dengan harga baru BBM. Harga barang-barang tidak ikut turun menyusul penurunan harga BBM. Penyesuaian harga barang-barang itu cuma ada saat dinaikan, tapi tidak saat BBM diturunkan. Itulah teori efek balon, karena tanpa disadari penerapan teori balon tidak menyelesaikan masalah sebenarnya, pemerintah melakukan tindakan secara parsial saja," jelasnya.
Pelajaran pentingnya adalah keputusan pemerintah kembali menurunkan harga BBM menjadi pelajaran dalam mengambil setiap kebijakan. Sebab ini menunjukkan kesan pemerintah yang terburu-buru dalam membuat kebijakan.
"Setiap mengambil kebijakan harus dikaji dan dipikirkan terlebih dahulu secara matang dan dalam. Artinya, biaya hidup sudah pasti naik. Sedangkan penghasilan kebanyakan rakyat masih tetap begitu saja. Penurunan harga BBM kali ini tak begitu berpengaruh apapun bagi masyarakat," pungkasnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA