Masih ada yang belum jelas di balik larangan terbang pada musim penghujan 2014/2015 yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan beberapa waktu lalu.
Apakah aturan itu hanya diberikan kepada AirAsia, atau dikenakan kepada semua maskapai yang melayani rute penerbangan Surabaya dan Jakarta?
Kalau memang hanya diberlakukan untuk AirAsia, apakah ini jawaban dari misteri mengapa AirAsia QZ8501 terbang paling rendah, pada ketinggian 32 ribu kaki di atas permukaan laut, ketika kecelakaan terjadi?
Kementerian Perhubunga kemarin (Jumat, 2/2) membekukan penerbangan AirAsia rute Surabaya-Singapura. Menurut Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhub JA Barata, pembekuan sementara itu berlaku hingga keluarnya hasil evaluasi dan investigasi atas jatuhnya pesawat Airasia QZ8501.
Pembekuan sementara tersebut ditegaskan dalam Surat Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. AU. 008/1/1/DRJU-DAU-2015 tanggal 2 Januari 2015.
Di sebutkan dalam surat itu, bahwa hal yang melatarbelakangi pembekuan izin rute Indonesia AirAsia adalah karena PT Indonesia AirAsia telah melakukan pelanggaran persetujuan rute yang diberikan.
Dalam Surat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Nomor AU.008/30/6/DRJU.DAU-2014 tanggal 24 Oktober 2014 perihal Izin Penerbangan Luar Negeri Periode Winter 2014/2015, bahwa rute Surabaya-Singapura-Surabaya yang diberikan kepada AirAsia adalah pada hari Senin, Selasa, Kamis dan Sabtu.
Tetapi, pada hari Minggu, 28 Desember 2014, AirAsia QZ8501 tetap mengudara.
Redaksi sudah berusaha menemukan salinan lengkap dari Surat Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan mengenai jadwal penerbangan di winter 2014/2015. Namun sejauh ini belum ditemukan. Juga tidak ditemukan di website resmi Kementerian Perhubungan.
"Dan pihak Indonesia AirAsia tidak mengajukan permohonan perubahan hari operasi kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (sebelum penerbangan QZ8501),” kata Barata.
Penerbangan pagi hari yang melintasi Laut Jawa atau Selat Karimata pada hari Minggu terakhir di tahun 2014 itu memang terbilang padat. Ada beberapa pesawat yang melintas pada saat yang kurang lebih sama.
Setidaknya ada tiga pesawat AirAsia yang terbang hampir bersamaan. Pertama, AirAsia QZ550 daro Bali menuju Kuala Lumpur yang terbang lebih dahulu. Kedua, AirAsia QZ8501 dari Surabaya menuju Singapura yang terbang kemudian. Dan ketiga, AirAsia QZ502 yang terbang dari Bali menuju Singapura.
Dari ketiga pesawat AirAsia ini, QZ8501 terbang paling rendah yakni pada ketinggian 32 ribu kaki. sementara QZ5012 terbang pada ketinggian 38 ribu kaki dan QZ550 terbang di ketinggian 34 ribu kaki.
Selain ketiga pesawat AirAsia itu ada beberapa pesawat lain yang melintas di lokasi dan kawasan di sekitar lokasi itu pada waktu yang hampir bersamaan. Semuanya terbang paling rendah pada ketinggian 34 ribu kaki.
Pesawat-pesawat itu adalah Lion Air JT626 dari Jakarta menuju Tarakan (37 ribu kaki), Emirates EK409 dari Melbourne menuju Kuala Lumpur (36 ribu kaki), LionAir JT720 dari Jakarta menuju Palu (37 ribu).
Juga pesawat Lion Air JT763 yang terbang dari Balikpapan menuju Jakarta (34 ribu kaki) dan Garuda GA531 yang terbang dari Banjarmasin menuju Jakarta (36 ribu kaki).
Sejauh ini pihak AirAsia masih memilih tutup mulut mengenai hal ini.
Diketahui, sebelum pesawat hilang kontak dengan menara ATC, Pilot Kapten Iriyanto sempat meminta izin untuk naik ke ketinggian 38 ribu kaki. Diduga pemintaan ini karena dia menghadapi awan Cumulobimbus yang berbahaya bagi penerbangan. [zul]
KOMENTAR ANDA