Wacana pemerintah menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium atau RON 88 dinilai sebagai bentuk ketidakpekaan Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM). Sebelumnya, tim yang diketuai Faisal Basri itu merekomendasi kenaikan harga Premium Rp 2 ribu per liter.
Sekjen Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika), Sya'roni mengatakan, kenaikan Premium berdampak pada meroketnya sejumlah harga kebutuhan pokok. Terlebih, jika Premium sudah ditarik peredaraannya dari pasaran. Hal ini menunjukkan ketidakpekaan TRTKM terhadap kesulitan masyarakat.
"Faisal Basri seakan tidak memiliki sensitifitas kerakyatan. Saat ini rakyat masih terpuruk akibat kenaikan BBM. Harga-harga kebutuhan pokok juga masih membumbung tinggi," katanya kepada wartawan di Jakarta, Minggu (28/12).
Menurut Sya'roni, awalnya masyarakat antusias dengan penunjukkan Faisal Basri sebagai Ketua TRTKM. Bahkan, Menteri ESDM Sudirman Said menyatakan bahwa tujuan pembentukan tim tersebut kerja utamanya adalah memberantas mafia minyak.
Namun, kini hanya menjadi harapan kosong dengan dihapuskannya Premium, karena rakyat harus menerima harga BBM yang lebih mahal lagi.
Selain itu, tim tersebut juga diindikasikan telah berubah fungsi menjadi marketing neolib yang memberikan ruang kepada SPBU asing untuk pelan-pelan menggeser dominasi SPBU milik Pertamina.
"Tim kebanggaan Menteri ESDM Sudirman Said terbukti gagal membongkar mafia minyak," jelasnya.
Lebih dari itu, kebijakan penghapusan Premium juga akan menguntungkan mafia minyak. Lantaran, BBM jenis Pertamax atau RON 92 menjadi semakin tinggi karena PT. Pertamina tidak mampu memproduksi sesuai kebutuhan.
"Meningkatnya impor dipastikan akan menguntungkan mafia minyak," demikian Sya'roni.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA