Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 merupakan situasi di mana modal,
barang, jasa hingga tenaga kerja terampil bisa melewati batas
negara-negara anggota ASEAN secara bebas.
Situasi ini tentu
menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia sebagai negara
terbesar di ASEAN yang apabila dimanfaatkan dengan benar akan membuahkan
keuntungan yang tidak sedikit.
Begitu dijelaskan Ketua Bidang
Luar Negeri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Teguh Santosa
dalam diskusi bertajuk "Pemuda Daerah Dalam Menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015" di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, (25/12).
Menurut
Teguh yang juga dosen jurusan hubungan internasional di FISIP UIN
Syarif Hidayatullah, seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Indonesia perlu mempelajari apa yang dilakukan
Thailand dalam menghadapi MEA 2015.
Negeri gajah putih itu bukan
hanya menggembar-gemborkan isu MEA 2015, tetapi mengerjakan hal paling
dasar, terutama mempersiapkan masyarakatnya, baik kelompok industri
maupun kelompok pekerja terampil.
Di Thammasat University di
Thailand pun, misalnya, sudah sejak tujuh atau delapan tahun terakhir
ada jurusan bahasa Indonesia karena mereka menyadari bahwa Indonesia
adalah aktor terbesar di ASEAN.
"Mereka siap menyambut orang
Indonesia yang datang ke Thailand, dan siap mendatangi Indonesia.
Sementara kita di Indonesia baru sebatas sibuk mencari restoran tomyam,"
ujar Teguh dengan nada bercanda.
Di sisi lain, kalangan jurnalis juga memiliki peran tersendiri dalam menyambut MEA yang akan dimulai pada akhir 2015 yang akan datang.
PWI sebagai organisasi wartawan terbesar di Indonesia, misalnya, bersama pemerintah Provinsi Sumatera Selatan bulan Februari 2014 lalu menginisiasi pendirian pusat pelatihan jurnalistik ASEAN di Palembang. Pusat pelatihan ini diharapkan bisa menjembatani masyarakat negara-negara ASEAN dalam konteks MEA 2015.
Menurut Teguh, untuk keperluan tersebut Gubernur Sumsel Alex Noerdin telah menyiapkan sebuah lahan di Jakabaring untuk pusat pelatihan jurnalis ASEAN itu.
"Mungkin sekali akan ada dinamika tertentu di kawasan saat MEA 2015 diberlakukan. Adalah tugas jurnalis ASEAN ikut membantu menyehatkan dinamika itu," ujar Teguh.
Selain pusat pelatihan jurnalistik ASEAN, sambung Teguh, Confederation of ASEAN Journalists (CAJ) juga kembali aktif menjalin komunikasi dan membicarakan sejumlah agenda termasuk yang terkait dengan pelaksanaan MEA 2015.
"Disadari masih ada sejumlah persoalan di masing-masing negara sebelum MEA 2015 diberlakukan. Diharapkan pertukaran informasi yang lebih intens melalui media massa dapat membantu proses aliran bebas modal, barang, jasa, dan tenaga kerja terampil di antara negara-negara ASEAN," demikian Teguh. [zul]
KOMENTAR ANDA