Kasus penganiayaan PRT yang dilakukan tersangka Syamsul dan Randika dan diungkap Polresta Medan pada Kamis (27/11/2014) dinilai hanya sebagai proyek Pencitraan.
"Kita nilai kasus ini hanya sebagai pencitraan dan kita menduga nanti arahannya nanti dibawa ke persoalan upah buruh. Mengingat, banyaknya kasus seperti ini yang mereka laporkan mengendap di Polresta Medan," kata Koordinator Aliansi Masyarakat Sumut untuk Ham (Awas Ham) Rina Melati Sitompul, Selasa (16/12/2014) sore.
Ia mengaku, kasus yang menimpa PRT itu harus digiring ke arah tindak pidana perdagangan manusia. Dengan demikian, penegak hukum dapat mengusut jaringan yang membawa para pencari nafkah ini sampai ke Kota Medan.
"Para tersangka sudah pernah diadukan atas dugaan penganiayaan PRT yang melarikan diri dan meminta perlindungan Polresta. Namun, Polresta tidak punya inisiatif untuk mengusut kasus tersebut sehingga para korban pun terpaksa dipulangkan ke kampung asalnya," ujarnya.
Diungkapkannya, penanganan kasus yang menimpa PRT asal Nusa Tenggara Timur yang mencuat Februari lalu juga tidak menunjukkan rasa keadilan. "Kasus PRT asal NTT juga sampai sekarang ini mengendap," ujarnya.
Kapolresta Medan, Kombes Pol Nico Afinta Karo -Karo membantah bahwa terbongkarnya kasus tersebut merupakan proyek pencitraan Polresta Medan.
"Ini kita lakukan karena adanya laporan masyarakat, bukan sebagai bentuk pencitraan kita," katanya.
Ia juga mengaku, pada tahun 2012 lalu pihaknya juga pernah melakukan penggerebekan terhadap rumah tersangka.
"Kita sudah pernah melakukan penggerebekan, namun dikarenakan kurangnya alat bukti, kita tidak dapat menjerat tersangka. Saat kita datang, tersangka sempat menanyakan kepada penyidik bukti apa sehingga ingin menangkap dirinya. Makanya, kita terus mengumpulkan alat bukti dan di tahun 2014 ini kita dapat menjerat dia secara hukum. Jadi kasus ini bukan kita endapkan," tutupnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA