Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi XI berjanji ikut memuluskan Dana Bagi Hasil (DBH) Perkebunan yang sudah lama diperjuangkan Sumatera Utara. Dalam pertemuan dengan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho di Kantor Gubsu, Selasa (9/12/2014), Komisi XI juga mempertanyakan soal DBH Pajak yang belum dibayar ke Kab/Kota.
Kunjungan itu dipimpin Wakil Ketua Komisi XI DPR, Gus Irawan Pasaribu bersama anggota Komisi IX lainnya antara lain, Misbakhun, Muhamad Prakosa, Prof Hendrawan Supratikno, Andi Ahmad Dara, Rudi Hartono Bangun, Ecky Awal Mucharam, Karsiyah, dan Achmad Hatari. Turut hadir Kepala Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Provinsi Sumut Erwin Dalimunthe.
Gus Irawan Pasaribu menggali informasi mengenai Dana Bagi Hasil perkebunan Sumut. Gus menyebutkan, di Indonesia ada 18 Provinsi yang memohonkan ke pusat yang memperjuangkan DBH hasil perkebunan.
"Di Sumut hampir 2 juta hektare lahan sawit. Kita dari Komisi XI sepakat akan membawa ini dan merevisi UU Perimbangan Keuangan Daerah. Karena kita memang butuh itu untuk pembangunan Sumut," ujarnya.
Gubsu Gatot menyambut gembira adanya rencana Komisi XI mengusulkan revisi UU Perimbangan Keuangan Daerah yang menjadi salah satu kendala Sumut dan daerah lainnya tidak memperoleh dana bagi hasil untuk sektor perkebunan.
"Ini sudah menjadi perjuangan kami sejak lama, dan kami sangat mengharapkan dukungan," katanya.
Dia menjelaskan, Pemprovsu beserta DPRD Sumut sebenarnya sudah sepakat untuk mengajukan judicial review terhadap Undang-undang No 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Menurut dia, Sumut beserta beberapa provinsi lainnya akan menjadi pelopor mengajukan revisi ke Mahkamah Konstitusi agar sektor perkebunan dimasukkan dalam kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya alam sebagaimana sektor perikanan dan kehutanan yang karakteristiknya sama-sama sumber daya alam yang dapat diperbaharui.
"Setidaknya, dengan revisi UU itu daerah mendapat DBH dari PPh pasal 21 (perorangan) dan PPh pasal 25 (badan) bersumber dari usha perkebunan milik Negara (PTPN) dan asing. Rencana melakukan judicial review UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi sudah dibahas dan disepakati dengan DPRD serta dimasukkan APBD 2015," ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut Komisi XI mempertanyakan tentang dana bagi hasil yang harusnya diterima kab/kota. Karena dari pertemuan mereka dengan BI Senin (8/12) malam, mandegnya pembayaran dana bagi hasil ke daerah tingkat dua telah meningkatkan potensi kredit macet di Sumut. Sebab banyak kontraktor di daerah yang mengagunkan surat jaminan pekerjaannya ke bank, tapi karena kemudian dana bagi hasil lambat turun, mereka tak mampu membayar utangnya ke bank.Menjawab hal itu, Gubsu bersama Kepala Biro Keuangan Pemprovsu Ahmad Fuad Lubis mengatakan Pemprovsu kekurangan dana sehingga belum dilaksanakannya Dana Bagi Hasil (DBH) dan Bagi Hasil Pajak (BHP) ke kabupaten/kota secara bertahap. Kata Fuad, pada 2015 Pemprovsu telah menganggarkan sebesar Rp2,3 triliun yang mana diproyeksikan untuk membayarkan kewajiban terhadap kab/kota tahun anggaran 2015 sebesar Rp1,3 triliun. Dengan demikian, Rp1 triliun digunakan untuk menyelesaikan kewajiban tahun sebelumnya yakni sebesar Rp 1,852 triliun, yang masih kurang Rp852 miliar.
"Dana DBH tidak kemana-mana. Masuk kepada program anggaran dan program kegiatan," kata Fuad.
Mendengar itu, Anggota Komisi XI, Achmad Hatari malah lebih tegas menyatakan Pemprovsu harus mengubah pencatatan sistem keuangannya.
"Saya minta Pemprovsu membuat skala prioritas anggaran agar utang bisa dilunasi. Rasionalisasi program itu penting. Karena tidak ada alasan untuk menahan dana tersebut," tuturnya.
Dia menyatakan persoalan di Pemprovsu akan dibawa ke BPK RI kemudian diteruskan ke Kemenkeu.
"Harusnya Kemenkeu mengambil tindakan dengan memberi sanksi kepada Pemprovsu. Kasihan itu daerah-daerah tingkat dua hak mereka tidak dibayar," tegasnya.
Mendengar ini, Gatot Pujo Nugroho menjawab pihaknya sudah komit membayar DBH tersebut.
"Skenario kita 2016 semua sudah terbayarkan. Saya komitmennya mau bayar. Direktif harus diselesaikan tahun ini Rp1,7 triliun. Kemudian tahun depan dianggarkan Rp2 triliun lebih," pungkasnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA