Kinerja keuangan PT Bank Sumut semester II di kuartal III menjelang akhir tahun 2014 kembali anjlok. Setelah mengalami penurunan kinerja keuangan pada semester I tahun 2014 lalu, yang disusul penurunan peringkat obligasi oleh PT Pefindo dan turunnya tingkat kesehatan Bank berdasarkan penilaian OJK. Namun sungguh ironis, anggota Dewan Komisaris yang seharusnya bertanggung jawab atas penurunan kinerja Bank Sumut tersebut, justru meminta perpanjangan tugas satu periode.
Demikian disampaikan Bahrein H Siagian, Pemimpin Divisi SDM Bank Sumut yang dicopot dan di PHK Direksi secara sewenang-wenang, saat ditemui, Kamis (4/12/2014). Ia menyatakan kinerja dan rasio keuangan PT. Bank Sumut dibawah kendali Direksi baru semakin memburuk sepanjang tahun 2014.
Hal itu terlihat pada posisi 30 Juni 2014 dari perolehan laba setelah pajak yang tercatat sebesar Rp261 miliar, turun -16,68 persen dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya (year on year/YoY) Juni 2013 sebesar Rp311 miliar. Bahkan untuk posisi 30 September 2014, perolehan laba setelah pajak sebesar Rp407 miliar, turun -21,12 miliar (YoY) dibanding 30 September 2013 sebesar Rp516 miliar.
Bahrein menjelaskan bahwa penurunan laba tersebut akibat peningkatan biaya bunga yang sebesar 27,23 persen (YoY) jauh lebih besar dibanding pendapatan bunga yang hanya tumbuh sebesar 8,84 persen (YoY). Pendapatan bunga terutama dari kredit rendah akibat tidak berjalannya fungsi intermediasi berupa penyaluran kredit. “Kinerja di Unit Usaha Syariah (UUS) mengalami hal yang sama, bahkan terjadi lagi penurunan aset UUS setelah pada Juni 2014 turun sebesar -16,56 persen (YoY) dari Juni 2013, maka pada September 2014 ini turun lagi -19,88 persen (YoY) menjadi Rp.1,7 triliun dari September 2013 yang sebesar Rp2,1 triliun. Padahal tahun lalu asset UUS mampu tumbuh 32,48 persen dari September 2012. Penurunan asset UUS September 2014 ini akibat pembiayaan turun sebesar -9,76 persen (YoY), dimana tahun 2013 lalu masih tumbuh 36,41 persen dan bahkan tahun 2012 pernah ekspansi mencapai 96,82 persen, “ ujarnya.
Pertumbuhan kredit yang sangat kecil mengakibatkan rasio LDR Bank Sumut per September 2014 turun menjadi 80,88 persen dari sebelumnya posisi September 2013 sebesar 88,91 persen. Ketidakmampuan ekspansi kredit itu ternyata juga diikuti dengan semakin memburuknya rasio kredit bermasalah (NPL Gross) yang pada posisi Juni 2014 sudah menembus batas threshold OJK yaitu sebesar 5,46 persen dan semakin memburuk pada posisi September 2014 menjadi 5,60 persen.
"Sejak masuknya direksi baru Juni 2013 dan Januari 2014 lalu, posisi rasio NPL ini tidak pernah membaik, bahkan dari waktu ke waktu semakin memburuk hingga akhirnya sekarang nyaris mencapai 6 persen, " ungkap Bahrein. Menurutnya, rasio lain yang memburuk adalah BOPO posisi 30 September 2014 sebesar 76,55 persen naik dari posisi 30 September 2013 sebesar 70,08 persen ROA turun menjadi sebesar 3,12 persen dari tahun 2013 sebesar 3,87 persen dan juga ROE turun menjadi sebesar 37,07 persen dari tahun 2013 sebesar 46,62 persen.
"Penurunan semua kinerja keuangan utama tersebut adalah tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi. Sehingga sangat tidak pantas dengan alasan apapun apabila anggota Dewan Komisaris pada RUPS LB nanti masih meminta perpanjangan masa tugas. Dan lebih tidak pantas pula apabila Direktur Bisnis dan Syariah Edie Rizliyanto diajukan sebagai calon Direktur Utama padahal kinerja kredit dan unit syariah yang menjadi tanggung jawabnya hancur lebur seperti saat ini," pungkas Bahrein.[rgu]
KOMENTAR ANDA