post image
KOMENTAR
Perkolong kolong adalah satu bentuk kesenian Karo yang memadukan, syair, musik dan tarian. Hari ini, kesenian tradisi ini sudah menjelma dan bermetamorfosa demikian pesatnya. Tak hanya di basis-basis kelompok masyarakatnya, kesenian tradisi ini juga hidup dan mulai berafiliasi dengan gesture budaya lain. Hasilnya, kesenian suku Karo ini kian populer diminati oleh tidak hanya dari komunitas Karo, tetapi juga dari luar komunitas.

Kesenian perkolong kolong memiliki gerakan dasar dikar, sebuah kesenian bela diri Karo. Menurut instruktur tari dari Sanggar Karo Indonesia (SKI) Astron Tarigan, gerakan dalam dikar memiliki tiga unsur yang memiliki nilai filosofi hidup masyarakat Karo.

"Gerakan dalam kesenian perkolong kolong memiliki filosofi kehidupan orang Karo. Di dalam setiap gerakannya ada cerminan mehamat (menghormati), metenget (kewaspadaan) dan mediate (kepedulian)," ujar seniman perkolong-kolong Astron Tarigan kepada MedanBagus.Com.

Mehamat atau menghormati adalah nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat Karo. Dalam kesenian perkolong kolong, hal ini adalah paku penting yang merekatkan antara syair, musik dan tarian. "Penghormatan dan kesopanan adalah hal penting yang tidak bisa dilepas dari kesenian ini. Seorang perkolong kolong, harus bisa menerjemahkan penghormatan dan menampilkan kesopanan dalam setiap penampilannya. Mehamat adalah identitas orang Karo. Maka, unsur ini harus dibawa setiap kali perkolong kolong dipertunjukkan," ujar dia.

Demikian pula dengan metenget dan mediate. Menurut Astron, unsur-unsur yang diadobsi dari gerakan dikar ini tidak hanya memiliki nilai keindahan. Namun, filosofi keduanya adalah cermin yang hidup di komunitas Karo.

"Seorang perkolong kolong yang mengisi suatu acara adalah duta kebudayaan. Dia akan mengisahkan untuk apa sebenarnya sebuah acara itu digelar. kepekaan dan spontanitas di dalam pertunjukan mutlak diperlukan. Seorang perkolong kolong memiliki kecerdasan. Dia harus bisa masuk ke dalam suasana suatu acara agar bisa menyeret penontonnya masuk lebih dalam lagi. Dan, yang lebih penting, kecerdasannya membangun cerita yang spontan dalam kisaran waktu yang tidak bisa dibilang pendek akan diuji," kata dia.

 
Dihadang Degradasi

Suka tak suka, popularitas perlahan-lahan akan mengikis tatanan konstruksi sebuah bangunan. Ibarat sebuah rumah, kesenian perkolong kolong juga mengalami ujian ketahanan yang diberikan musim dan cuaca.

Sejak pertama kali mengalami fase popularitas di tahun 1992, dengan diadakannya festival adu perkolong kolong di Jambur Namaken, Medan, perkolong kolong yang turun gunung itupun menjalar dengan pesat. Kesenian perkolong kolong sebagai sebuah produk budaya mendapat tantangan ketika berinteraksi dengan budaya lain. Hasilnya adalah sebagai berikut: sebagian besar warga yang awalnya menikmati "kemurnian" perkolong kolong mulai menjauhi dan agaknya malah memberikan penilaian buruk. Mereka resah, karena gerakan-gerakan kreasi pelaku perkolong-kolong tidak lagi menampilkan filosofi kehidupan.

"Gerakan dalam kesenian perkolong kolong memiliki filosofi kehidupan orang Karo. Di dalam setiap gerakannya ada cerminan mehamat, metenget dan mediate. Memang apa yang banyak terjadi hari ini, seni perkolong kolong hanya sekadar menjadi hiburan yang tidak lagi menampilkan filosofi keindahan gerakan," kata Astron.

Dilanjutkan Astron, di dalam pertunjukan perkolong kolong ada aturan mainnya. Misalkan saja, dalam pertemuan penari laki-laki dan penari perempuan. Itu mata penari lelaki tidak bisa langsung mentap ke penari perempuan. Penglihatan penari lelaki dibatasi hanya setinggi lutut penari perempuan. jadi ada hal-hal yang memang harus dilakukan dan tidak dilakukan dalam gerakan tari perkolong kolong.

"Demikan pula dalam gerakan yang ditampilkan seorang perkolong-perkolong perempuan. Gerakan metenget yang diambil dari ndikar tidak bisa ditinggalkan. Metenget sebagai sebuah filosofi mengajarkan kewaspadaan untuk segala hal yang mengancam. Jadi pertahanan dan kehormatan harus terus dijaga. Jangan dibiarkan terbuka apalagi mengumbarnya," tambah Astron.

Berdiri di (Per)simpang(an) Zaman

Pada akhirnya, gerakan-gerakan "pemurnian" akan dilakukan, ketika keadaan menuntut "kemurnian" dihadirkan kembali.

Namun, bagi pelaku kesenian perkolong kolong seperti Astron, selama ini sebenarnya sudah ada pakem yang jelas, mengenai murni dan tidak murni.

"Kesenian hari ini memiliki porsi masing-masing. Selama ini, rel sudah jelas. Meski memang masih ada juga yang mencampur baurkannya," kata Astron.

Sebuah kesenian tradisi, tentu tidak bisa dilepas dari akar kebudayaan yang melahirkannya. Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk melakukan kombinasi nilai lain kecuali melakukan perubahan di kebudayaannya.

"Berbicara mengenai kombinasi, kreasi dan absorbsi nilai lain itu dilakukan di ranah kreasi, karena akan ada alasan dan penjelasan untuk setiap gerakan tambahan. Kita bisa bilang, ini tari kreasi," ujar Astron yang prihatin dengan pencampuradukan kesenian.

Sepanjang ini, Astron terus berupaya menggali kembali perkolong-kolong untuk mengatasi keprihatinannya terhadap penilaian sumbang mengenai kesenian itu hari ini. Bersama anak asuhnya di Sanggar Karo Indonesia (SKI) Astron pun telah menggelar sejumlah pertunjukkan perkolong-kolong untuk mengobati kerinduan warga pada kemurnian.

Pada Sabtu, 30 November ini, bersama dengan BS Record, Astron dan SKI akan kembali menggelar pertunjukan perkolong kolong di Wisma Sibayak Medan.

Hal ini, menurut Astron adalah bagian dari upaya "penemuan jalan pulang" ke kesenian perkolong kolong,"

"Pada pertunjukan itu nanti kita juga akan tampilkan tari-tarian kreasi," ujar dia. [hta]

FOSAD Nilai Sejumlah Buku Kurikulum Sastra Tak pantas Dibaca Siswa Sekolah

Sebelumnya

Cagar Budaya Berupa Bangunan Jadi Andalan Pariwisata Kota Medan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Budaya