Pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla telah memberikan pil pahit dengan bersikeras menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"Sekedar mengingatkan kembali yang terkena dampak kenaikan BBM bukan hanya 15,5 juta Rumah Tangga Miskin," ujar anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka melalui siaran persnya, Kamis (20/11).
Ada 46,6 juta pekerja formal ditambah keluarganya yang hanya bisa mengandalkan menambal hidup dari kenaikan upah, sambung Rieke.
"Mereka bukan penerima kompensasi Rp.200 ribu per bulan. Mereka adalah Rakyat yang juga menanti hadirnya negara," tegasnya lagi.
Ia ingat Presiden Jokowi pada saat kampanye Pilpres 1 Mei 2014 lalu, telah menyampaikan pernyataan politik mengenai Trilayak Rakyat Pekerja yakni kerja layak, upah layak, hidup layak) yang sejalan dengam perlindungan terhadap industri nasional.
Sikap politik tersebut diperkuat dengan penandatanganan Piagam Perjuangan Marsinah pada 5 Juni 2014. Rieke berpendapat, komitmen untuk tidak menjalankan politik upah murah tidak cukup dari presiden, tentu saja kabinet dan seluruh jajarannya menentukan.
"Saya masih berusaha meyakini komitmen politik tersebut akan diperjuangkan dan diwujudkan oleh pemerintah," ungkapnya.
Untuk itu, menurut Rieke, ujian pertama pemerintah Jokowi adalah putusan kenaikan upah 2015 yang harus memperhitungkan kenaikan harga kebutuhan pokok dan kebutuhan hidup akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"Semoga kita semua tetap berdiri di bawah kehendak rakyat dan konstitusi," imbuh Rieke.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA