Hampir semua Presiden Indonesia pernah menaikkan harga BBM. Sejarah kenaikan harga BBM dari masa Soekarno hingga saat ini sudah 37 kali. Dua periode kepemimpinan SBY, misalnya, harga BBM naik empat kali. Jokowi lebih 'berani' lagi, dua bulan jadi presiden dia menaikkan harga BBM.
"Ada yang menyebut ini sebagai salah satu kutukan. Tapi saya lebih melihatnya sebagai konsekuensi kepemimpinan dalam relasi dengan pilihan kebijakan energi," ujar mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Pernyataan Anas ini ditulis tangan oleh Anas kemudian dititipkan lewat penasihat hukum, dan diupload di akun twitter @anasurbaningrum, (Rabu, 19/11).
Anas pun menyorot perbedaan antara Jokowi dan SBY dalam urusan menaikan harga BBM. Rapat yang digelar Jokowi sebelum memutuskan harga BBM naik tidak banyak, sementara SBY rapatnya berkali-kali. Jokowi cepat memutuskan kenaikan harga BBM sementara SBY lambat (hati-hati).
"Jokowi tidak membahas secara khusus bersama koalisinya (KIH), SBY selalu membahas di Setgab berkali-kali," kata Anas yang sedang menjalani hukum penjara di Rutan KPK.
Perbedaan lainnya, semua partai koalisi pendukung Jokowi mendukung, kecuali beberapa politisinya yang kritis. Adapun saat menaikkan harga BBM, SBY tidak didukung semua partai koalisinya. Jokowi mengumumkan sendiri kenaikan harga BBM dengan didampingi Wapres dan para menteri, adapun SBY menugaskan menteri, dan mengumumkan sendiri penurunan harga BBM.
"Jokowi berani tampil ke depan untuk tidak populer, SBY memilih menjaga sepenuh hati popularitasnya," imbuh Anas.
Memang, lanjut dia, penjelasan tim sosialisasi Jokowi soal kenaikan harga BBM relatif kurang detil dibanding tim SBY. Jika Jokowi mengesankan dirinya sebagai seorang yang praktis, SBY cenderung perfeksionis. Jokowi tidak memerlukan pembicaraan terlebih dahulu dengan DPR, sementara SBY membahas secara detil bersama DPR.
Jokowi menaikkan harga BBM ketika harga minyak dunia turun, SBY pada saat harganya melonjak naik. Kebijakan menaikkan harga BBM oleh Jokowi mungkin berbuntut interpelasi, hal yang tidak terjadi di zaman SBY. Jokowi tidak 100% didukung partainya, SBY didukung 1000% oleh partainya. Di partainya, posisi Jokowi dan SBY sangat berbeda.
"Jokowi mendapatkan hadiah #ShameOnYou dari urusan BBM, sementara SBY dari RUU Pilkada. Jokowi dapat bonus #SalamGigitJari, sementara SBY gigit-gigit jari krn kesal ada partai koalisi yang terang2an menolak," demikian Anas.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA