MBC. Tiga ‘kartu sakti’ yang diluncurkan Presiden Jokowi yakni Program Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dianggap masih membingungkan masyarakat. Pasalnya, program tersebut tidak jauh berbeda dengan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diluncurkan pemerintahan sebelumnya.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Husna Zahir menyebutkan, masyarakat masih bingung dengan perbedaan Kartu BPJS dengan tiga Kartu Sakti Jokowi.
"Saya sendiri juga bingung, apa beda kartu sakti dengan kartu BPJS itu?" katanya di Jakarta, kemarin.
Dia melihat, kebingungan masyarakat terhadap sebuah kebijakan pemerintah merupakan ciri khas dari perilaku rezim yang memimpin Indonesia.
"Sepertinya, mengeluarkan kebijakan yang membingungkan itu merupakan identitas Indonesia," ujarnya.
Husna menerangkan, sebuah kebijakan seperti kartu sakti tersebut harus didahului dengan sosialisasi yang terencana dan terukur sesuai dengan tingkat kecerdasan rakyat Indonesia. Tapi karena kartu sakti ini pendekatannya lebih bersifat proyek politik, maka pilihannya harus jalan dulu.
"Penyelesaian masalah bisa belakangan," tekannya.
Tak hanya itu, hingga hari ini, pemerintah belum bisa menjelaskan landasan hukum kartu sakti itu. Cantolan konstitusinya belum jelas. Jadinya dibalik-balik, jalan dulu baru dicarikan atau dibuatkan cantolan hukumnya,"katanya.
Dia berharap ,apapun bentuknya program pemerintah jangan sampai tumpang tindih. Pasalnya, BPJS Kesehatan sudah mulai diberlakukan di masyarakat. Husna menilai, dengan adanya banyak program pemerintah yang berorientasi kesejahteraan, kesehatan dan pendidikan setidaknya dapat memperluas jangkauan bagi masyarakat miskin. Banyak program makin baik untuk memperluas jangkauan, asal tidak tumpang-tindih,” katanya.
Ketua Program Studi Kesejahteraan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Siti Nafsiah Ariefuzzaman, mengatakan, tanpa sosialisasi, masyarakat akan terus kebingungan dengan kartu sakti yang baru diluncurkan Presiden Jokowi.
"Karena sebelumnya sudah ada BPJS Kesehatan, Jamkesmas, Askes, dan lain-lain," ujarnya.
Dia berpendapat, peluncuran tiga kartu sakti cenderung politis karena bersamaan dengan rencana kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Pemerintah mesti menjelaskan kepada masyarakat terlebih dahulu mengenai program tiga kartu sakti tersebut," imbuhnya.
Dia mengakui bahwa negara memiliki tiga kewajiban utama dalam mensejahterakan rakyat yaitu mewujudkan masyarakat yang sehat, sejahtera dan pintar. Namun, masyarakat di tingkat bawah bukan tidak mungkin merasa bingung dengan adanya transfer uang yang nilainya ratusan ribu rupiah bagi masyarakat miskin.
Ironisnya, lanjut Nafsiah, pemerintah tidak menjelaskan program kartu sakti. Misalnya, penjelasan antara Presiden Jokowi dengan menterinya terkait anggaran dana kartu sakti berbeda.
"Jadi memang peluncuran kartu sakti itu tergesa-gesa, nyaris tak ada koordinasi di internal pemerintah sendiri. Sehingga jawaban kepada masyarakat berbeda-beda," tuturnya.
Nafsiah mengatakan, masyarakat dalam menerima program pemerintah mesti didahului dengan informasi yang lengkap, termasuk hak dan konsekuensi masyarakat.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA