Pemerintah akan membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sesuai amanat UU 30/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Dalam UU yang terdiri atas 68 pasal itu ditegaskan, bahwa produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan d Indonesia wajib bersertifikat halal. Untuk itu, pemerintah bertanggung jawab dalam menyelanggarakan JPH.
Untuk melaksanakan penyelenggaraan JPH itu, menurut UU ini, dibentuk BPJPH yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama. Dalam hal diperlukan, BPJPH dapat membentuk perwakilan di daerah.
"Ketentuan mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi BPJPH diatur dalam Peraturan Presiden," bunyi Pasal 5 Ayat (5) UU 30/2014 itu.
Menurut UU ini, dalam penyelenggaraan JPH, BPJPH berwenang antara lain: a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH; b. Menetakan norma, standar, prosedur dan kriteria JPH; c. Menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal pada produk luar negeri; dan d. Melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri.
"Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud, BPJPH bekerjasama dengan kementerian dan/atau lembaga terkait, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI)," bunyi Pasal 7.
Mekanisme
UU ini menegaskan, permohonan Sertifikat Halal diajukan oleh Pelaku Usaha secara tertulis kepada BPJPH. Selanjutnya, BPJPH menetapkan LPH untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk. Adapun pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalal Produk dilakukan oleh Auditor Halal di lokasi usaha pada saat proses produksi.
"Dalam hal pemeriksaan Produk sebagaimana dimaksud terdapat Bahan yang diragukan kehalalannya, dapat dilakukan pengujian di laboratorium," bunyi Pasal 31 Ayat (3) lansir dari laman Setkab RI.
Selanjutnya, LPH menyerahkan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalal produk kepada BPJPH untuk disampaikan kepada MUI guna mendapatkan penetapan kehalalan produk.
MUI akan menggelar Sidang Fatwa Halal untuk menetapkan kehalalan produk paling lama 30 hari kerja sejak diterimanya hasil pemeriksaan dan/atau pengujian produk dari BPJPH itu. Keputusan Penetapan Halal Produk akan disampaikan MUI kepada BPJPH untuk menjadi dasar penerbitan Sertifikat Halal.
"Dalam hal Sidang Fatwa Halal menyatakan produk tidak halal, BPJPH mengembalikan permohonan Sertifikat Halal kepada pelaku usaha disertai dengan alasan," bunyi Pasal 34 Ayat (2) UU ini.
Sementara yang dinyatakan halal oleh Sidang Fatwa Halal MUI akan menjadi dasar BPJPH untuk menerbitkan Sertifikat Halal paling lama tujuh hari kerja terhitung sejak keputusan kehalalan produk diterima dari MUI.
Menurut UU ini, Pelaku Usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal wajib mencantukam label halal pada: a. Kemasan produk; b. Bagian tertentu dari produk; dan/atau tempat tertentu pada produk.
"Pencantuman label halal harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas dan dirusak," bunyi Pasal 39.
Sertifikat Halal berlaku selama empat tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, dan wajib diperpanjang oleh Pelaku Usaha dengan mengajukan pembaruan Sertifikat Halal paling lambat tiga bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berlaku.
Adapun peraturan pelaksanaan UU ini harus ditetapkan paling lama dua tahun terhitung sejak UU ini diundangkan (17 Oktober 2014). "UU ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi Pasal 68 UU yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin pada 17 Oktober 2014 lalu.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA