Perseteruan di internal PPP makin runcing. Soalnya, Menkumham Yasonna H Laoly yang baru dua hari menjabat langsung mengesahkan PPP kubu Romahurmuziy. Kubu SDA menggugat.
SEKRETARIS Dewan Pakar DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad Yani menolak dengan tegas Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly. Anggota DPR periode 2009-2014 ini meminta Menteri asal PDIP itu menarik dan merevisi surat keputusannya.
"Kita minta secepatnya Menkumham menarik dan meninjau kembali SK tersebut. Sesuai dengan butir 5 yang ada di SK, apabila kekeliruan saya kira dilakukan perbaikan," desak Yani kepada wartawan, di Jakarta, kemarin.
Mengapa harus ditarik? Yani menerangkan, SK Menkumham Yasonna bertentangan dengan Undang-Undang Partai Politik dan keputusan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, Harkristuti Harkisnowo.
"(Keputusan Dirjen AHU) Yang isinya apabila terjadi perselisihan kepengurusan diserahkan ke Mahkamah Partai. Pada waktu itu Dirjen AHU menolak perubahan kepengurusan baik itu dari Romy (Romahurmuziy) dan SDA (Suryadharma Ali) dan menyerahkan ke Mahkamah Partai," jelasnya.
Dia mengatakan, Mahkamah Partai PPP di dalam surat keputusanya menyatakan, muktamar yang dilaksanakan di Surabaya tidak sah dan ilegal. Bahkan, surat Mahkamah Partai sudah disampaikan kepada Dirjen AHU. "Pada zaman Pak Amir Syamsudin," katanya.
Sekarang, lanjut dia, baru dua hari berkantor, Menkumham Yasonna sudah langsung mengeluarkan SK dan memenangkan kubu Romy. Yani menduga ada intervensi politik yang ingin mengacak-acak internal partai politik.
Bukan hanya itu, PPP juga akan mengajak partai-partai di DPR untuk melakukan hak interpelasi atas sikap kesewenang-wenangan dari Menkumham Yasonna.
"Kita lawan. Ini gaya Orde Baru yang diktator," ajak bekas anggota Komisi III DPR ini.
Yani mengaku aneh seorang menteri yang baru dua hari bekerja melakukan tindakan yang ceroboh, tanpa melihat substansi dari perkara yang ada.
"Ini seperti zaman Orde Baru. Baru berkuasa beberapa hari langsung otoriter. Baru dua hari menunujukan tabiat diktaror. Mengerikan. Apakah ini yang namanya revolusi mental?," ketusnya
Lalu bagaimana dengan muktamar yang akan dilaksanakan pada 30 Oktober? Dengan tegas Yani mengatakan, akan tetap melaksanakan muktamar sesuai dengan arahan dari Mahkamah Partai dan juga Majelis Syariah.
"Kita tetap melaksanakan muktamar, wajib pengesahan mahkamah partai," tandasnya.
Sebelumnya, Romy melalui pesan BlackBerry Messangger-nya mengatakan, Menkumham sudah mengesahkan kepengurusannya. Dasarnya adalah SK Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor M.HH-07.AH.11.01 tahun 2014 tanggal 28 Oktober 2014 tentang pengesahan perubahan susunan kepengurusan DPP PPP.
"Maka seluruh hasil keputusan Muktamar VIII PPP 15-17 Oktober di Surabaya telah disahkan," jelasnya.
Seusai menghadiri rapat tertutup dengan Menko Polhukam beserta jajaran kementerian lainnya di Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, kemarin, Menkumham Yasonna membenarkan telah menandatangani surat keputusan tentang pengesahan perubahan susunan kepengurusan DPP PPP.
"Benar saya tanda tangan jam 13.00 WIB. Saya harus ambil keputusan karena Muktamar kan keputusan tertinggi partai. Kalau tidak jelas apakah Muktamar A atau B, nggak baik lah," jelas Yasonna.
Dia menegaskan, keputusan tersebut tidak terkait dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
"Nggak ada urusan dengan KIH (Koalisi Indonesia Hebat, -red). Saya kan sudah bicara dengan Pak Amir (Syamsuddin/mantan Menkum HAM) tapi nggak enak ambil keputusan masa transisi, beliau tidak enak," ujarnya.
Dia menambahkan, apabila ada pihak yang tidak puas surat keputusan tersebut, maka dapat menggugat ke PTUN. Yasonna lantas mencontohkan perseteruan serupa yang pernah dialami oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) antara Gus Dur dan Muhamainin Iskandar.
"Keputusan dari Kemenkumham kalau seandainya merasa tidak puas dapat menggugat ke PTUN seperti yang pernah dilakukan oleh PKB dulu. Selalu ada way out," tutupnya.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA