Selama ini berkembang cerita dan berita mengenai penjara khusus untuk tahanan/narapidana politik di Korea Utara. Disebutkan dalam setiap cerita dan berita itu bahwa tapol atau napol di penjara-penjara khusus itu, dalam bahasa Korea disebut Kwan Li So, mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi.
Salah satu kisah mengenai penjara politik Korea Utara ditulis Blaine Harden dalam buku berjudul Escape From Camp 14 dan diterbitkan tahun 2008 lalu. Buku ini didasarkan pada cerita Shin Dong-hyuk yang mengaku pernah tinggal di dalamnya.
Dong-hyuk disebutkan sebagai satu-satunya penghuni penjara politik Korea Utara yang berhasil melarikan diri dan mengungkap kisahnya kepada dunia. Beberapa hari lalu Dong-hyuk muncul di Markas PBB di New York dan kembali memberikan kesaksian mengenai pengalamannya di Kamp 14.
Pihak Kedubes Korea Utara di Jakarta membantah cerita mengenai penjara-penjara politik Korea Utara.
Dalam pertemuan dengan sejumlah jurnalis Indonesia di Kedutaan Korea Utara di Jakarta, Kamis siang (16/10), Dutabesar Korea Utara Ri Jong Ryul mengatakan bahwa di negaranya tidak ada penjara khusus untuk tahanan/narapida politik.
Penjara yang ada di Korea Utara, sebutnya, adalah penjara untuk siapapun yang melakukan dan terlibat dalam peristiwa kriminal.
“Hukuman yang dijatuhkan kepada mereka sesuai dengan kejahatan yang mereka lakukan,” ujar Dubes Ri.
Pertemuan antara Dubes Ri dan sejumlah wartawan Indonesia itu difasilitasi Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara.
“Tentu saja siapapun yang didakwa melakukan tindak kriminal, seperti di negara-negara lain yang berdasarkan hukum, juga mendapatkan kesempatan untuk membela diri dan membuktikan dirinya tidak bersalah. Tetapi apabila ia terbukti bersalah, maka ia akan dipenjara,” kata Dubes Ri lagi.
Selain mendapatkan hukuman badan, pelaku kriminal di Korea Utara juga diwajibkan bekerja. Beban pekerjaan ini juga disesuaikan dengan berat kejahatan yang mereka lakukan. Dengan bekerja, diharapkan narapidana lebih menyadari bahwa kesalahan yang mereka lakukan sebenarnya merusak lingkungan sosial. Mungkin, karena ada beban kerja itulah penjara di Korea Utara disebut “kamp kerja paksa”.
“Dalam masa hukuman, tentu negara juga memperhatikan hak-hak dasar yang dimiliki narapidana,” masih kata Dubes Ri seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL.
Selain diwajibkan bekerja, narapidana juga mendapatkan pendidikan moral. Dengan demikian setelah masa hukuman selesai, mereka diharapkan tidak kembali melakukan kejahatan.
Dubes Ri juga mengatakan bahwa warganegara AS yang sekarang dipenjara di Korea Utara dengan tuduhan melakukan tindakan spionase pun ditempatkan di penjara yang dimiliki Korea Utara.
“Kami kira, lebih banyak penjara di Amerika Serikat daripada di Korea Utara. Dan keberadaan penjara adalah sesuatu yang normal dalam setiap masyarakat dan negara. Tujuannya adalah untuk melindungi masyarakat,” terangnya.
Mengenai pengakuan Dong-hyuk, Dubes Ri mengatakan bahwa pihaknya memiliki bukti-bukti tidak terbantahkan mengenai Dong-hyuk.
“Yang disampaikannya (Dong-hyuk) adalah kebohongan. Dia memalsukan banyak hal dalam ceritanya itu. Termasuk mengapa ia dipenjara. Dia sama sekali bukan narapidana politik, melainkan terlibat dalam tindak kejahatan yang memalukan. Kalau Anda bertemu dengannya, tanya apakah benar informasi saya ini,” demikian Dubes Ri. [zul]
KOMENTAR ANDA