post image
KOMENTAR
Penerbitan Perppu Pilkada oleh Presiden justru berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum.

Sebab, dalam hal Perppu tersebut mendapatkan penolakan dari DPR, maka menurut pasal 52 ayat (6) UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP), Perppu tersebut harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pencabutan Perppu itu, menurut UU PPP, harus dituangkan dalam RUU tentang Pencabutan Perppu.

"Permasalahannya, Presiden Jokowi yang nantinya menggantikan Presiden SBY mungkin saja tidak mau memberikan persetujuannya terhadap penetapan RUU tentang pencabutan Perppu Pilkada. Padahal, setiap RUU harus mendapat persetujuan bersama DPR dan Presiden agar bisa ditetapkan menjadi UU," kata  analis politik dari Sinergi Masyarakat Untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin, Sabtu (11/10).

Disinilah muncul potensi ketidakpastian hukum karena tidak mustahil akan terjadi deadlock

Agar permasalahan Perppu Pilkada nantinya tidak menjadi perseteruan politik yang bisa berdampak pada ketidakpastian hukum Pilkada tahun 2015, maka menurut Said, akan lebih tepat jika Perppu Pilkada tersebut diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebelum dimulainya masa persidangan DPR bulan Januari 2015.

"Sebagai lembaga peradilan, MK sudah barang tentu terbebas dari kepentingan politik, sehingga dapat diandalkan untuk mencari solusi atas permasalahan Perppu itu," tegasnya.[rgu/rmol]

Menghilangnya Karakter Kebangsaan pada Generasi Z

Sebelumnya

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Opini