Media merupakan alat perang yang lebih powerful dibandingkan alat perang apapun yang pernah dibuat manusia.
"Alat perang konvensional menyerang fisik. Tapi media menyerang mindset, keyakinan, will of fighting," kata Pemimpin Redaksi Kantor Berita Politik RMOL, Teguh Santosa, di hadapan peserta pelatihan jurnalistik yang digelar di Universitas Prof. DR. Moestopo Jakarta pada Rabu pagi (9/10).
Menurutnya, bila seseorang telah berhasil dikalahkan di dalam pikiran, maka perang fisik tidak perlu dilakukan lagi.
Karena begitu besar potensi media, maka setiap individu yang bergerak di bidang informasi dan perusahaan media dibatasi oleh begitu banyak aturan hukum, termasuk pengadilan karya jurnalistik yakni Dewan Pers.
"Jurnalis diikat oleh kode etik yang harus dipatuhi. Wajib setia pada fakta, disiplin konfirmasi juga check and recheck," tutur pengajar HI FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu.
Kata Teguh, pekerjaan utama media adalah framing dan priming pada saat yang bersamaan.
"Hal ini dikenal juga dengan sebutan setting atau kemampuan media untuk menunjukkan pada publik apa objek yang dinilai penting oleh media dan karenanya diharapkan penting bagi publik," jelasnya.
Mengingat begitu penting pengaruh media sejatinya masyarakat terdorong untuk berpikir kritis dalam menyikapi informasi yang disampaikan media. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA