Sikap saling curiga antara Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri yang menyebabkan keduanya tidak akan pernah bisa rukun.
Kecurigaan Megawati kepada SBY dan juga sebaliknya, didasari pengalaman mereka berdua yang tercatat dalam sejarah perpolitikan Indonesia kerap memberikan harapan palsu.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID), Jajat Nurjaman.
"Pertama, SBY memberikan harapan palsu kepada Megawati di 2004, di mana ia mengatakan tidak akan maju di Pilpres. Megawati merasa di atas angin, eh ternyata SBY akhirnya maju dan mengalahkan Megawati," kata Jajat dilansir rmol.co, Senin, (6/10/2014).
"Kedua, Megawati memberikan harapan palsu kepada Prabowo di 2009, dengan menandatangani Perjanjian Batu Tulis yang isinya memberikan tiket kepada Prabowo untuk maju sebagai calon Presiden di 2014. Ternyata Perjanjian Batu Tulis yang bermeterai dilanggar oleh Megawati," tambahnya.
Jajat menilai, sikap Megawati yang enggan bertemu SBY merupakan hal wajar. Pasalnya, untuk kesekian kalinya Megawati dan PDIP kembali dirugikan secara politik akibat manuver SBY dan Demokrat di parlemen. Padahal, PDIP adalah pemenang pemilu dan Pilpres 2014, tapi faktanya PDIP gagal menduduki pimpinan DPR.
"Sebagai catatan, UU MD3 merupakan produk DPR periode 2009-2014 dengan mayoritas suara parlemen dikuasai oleh Demokrat," ujarnya.
Jajat pun menuding Koalisi pendukung Jokowi-JK atau Koalisi Indonesia Hebat merupakan koalisi pemberi harapan palsu. Faktor ini disebabkan sikap dari para pimpinan partai politik pendukung Jokowi-JK yang tidak pernah konsisten pada ucapannya.
Dia mengingatkan, tak kurang dari Partai Kebangkitan Bangsa, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan bahkan Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla tercatat di media massa pernah menyerukan penghapusan Pilkada Langsung akibat dampaknya yang buruk. Tapi, belakangan mereka seolah jadi pahlawan mendukung penuh Pilkada Langsung.
"Contohnya, mengenai dukungan UU pemilihan Kepala Daerah dan koalisi tanpa syarat, sehingga kemungkinan SBY dan Demokrat bergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) sangatlah kecil”, tutup Jajat.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA