post image
KOMENTAR
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa pemerintah atau presiden tidak bisa mengajukan yudicial review terhadap Undang-Undang Pemilukada di Mahkamah Konstitusi. Pasalnya, pemerintah tidak memiliki legal standing atas undang-undang yang telah dibuatnya sendiri.

"Pemerintah tidak perlu menggugat. Karena yang menggunggat pemohonnya sudah banyak. Ada  masyarakat, LSM, akadmisi, bahkan partai politik yang tidak setuju (terhadap Undang-Undang Pemilukada, red). Jadi ngapain lagi presiden atau pemerintah mau repot-repot. Dia kan sudah membuat undang-undang bersama  DPR," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu melalui rilisnya, Selasa (30/9/2014).

Bila pun undang-undang yang baru disahkan DPR itu, pemerintah atau presiden bisa saja tidak menandatangani atas undang-undang tersebut. Di Indonesia, sudah ada lima undang-undang yang tidak ditandatangani oleh presiden. Salah satunya  adalah Undang-Undang Penyiaran.

"Itu (Undang-undang Penyiaran, red) tidak ditandatangani oleh presiden karena ribut-ribut kaya begini juga. Tapi dalam waktu 30 hari menurut ketentuan (UUD 1945, red) Pasal 20 ayat 5 menyebutkan bahwa undang-undang yang sudah mendapat persetujuan bersama berlaku sebagai undang-undang. Syah dan wajib diundangkan. Undang-undang telah memberi ketentuan bahwa Menteri Hukum dan HAM diwajibkan oleh UUD untuk mengundangkannya," jelas dia.

Nah, terkait dengan Undang-Undang Pemilukada ada dua cara yang bisa ditempuh. Pertama, presiden melakukan dua cara.  Yaitu presiden mengkritik terhadap undang-undang. Artinya, presiden menandatangani Undang-Undang Pemilukada itu namun dengan catatan-catatan.

"Presiden boleh mengritik undang-undang," ungkap pakar hukum tata negara di Universitas Indonesia itu.

Atau, lanjut dia, Presiden SBY yang juga selaku Ketua Umum Demokrat  bisa menginstruksikan kepada para anggotanya yang duduk di DPR untuk merubah undang-undang itu melalui legislatif review. “Partai Demokrat di DPR bisa mengambil inisiatif untuk mencabut atau mengubah kembali undang-undang pemilihan kepala daerah itu,” sarannya.  

Kedua, dengan mengefektifkan upaya yudicial review di Mahkamah Konsitutusi. Jimly menyarankan, para pihak yang mengajukan  yudicial review Undang-Undang Pemilukada harus memperkuat argemen-argumennya. Bukan hanya melalui materi dari undang-undang itu tetapi juga menguji formil dari undang-undang itu yaitu prosedur pembentukannya, prosedur pengesahannya, bahkan format undang-undangan itu.

"Maka, para pemohon itu harus jeli. Jangan hanya uji materil tapi uji formil juga," katanya.[rgu]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa