Darurat kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia selama 17 tahun bisa segera diselesaikan dalam pemerintahan Jokowi-JK. Hal ini disampaikan aktivis lingkungan hidup dari Greenpeace, Muhammad Teguh Surya dalam diskusi lingkungan hidup di Hotel Santika Dyandra, Medan, Senin (29/9/2014)
Ia menjelaskan, kebakaran hutan tidak terlepas dari longgarnya pengawasan oleh pemerintah sebelum memberikan izin usaha pemanfaatan hutan kepada perusahaan-perusahaan yang mengajukan perizinan yang diatur pada UU 41 tahun 1999 tentang pengelolaan hutan maupun UU 41 tahun 2004 tetang pertambangan. Dimana dalam undang-undang tersebut, pihak pemohon izin memiliki kewajiban untuk melindungi hutan diareal kerjanya. Hal ini juga diatur dalam UU 18 tentang kelestarian hutan bahwa, untuk mencegah kerusakan hutan maka sebelum memperoleh izin, perusahaan wajib membuat pernyataan kesanggupan menjaga hutan dengan menyediakan sarana dan prasarana sistem tanggap darurat kebakaran hutan.
"Hal ini memilki 2 sisi, yakni pemerintah harus yakin bahwa perusahaan yang mengajukan izin tersebut mampu melindungi hutan, dan disisi lain perusahaan juga secara institusi mampu melindungi hutan ditandai dengan ketersediaan sarana dan prasarana untuk situasi darurat kebakaran hutan seperti diatur dalam ," ungkapnya.
Persoalan yang terjadi menurutnya, tidak adanya satupun perusahaan yang mendapatkan izin usaha yang memiliki sarana dan prasarana seperti yang diwajibkan sesuai dengan undang-undang tersebut.
"Kebakaran terjadi, perusahaan diam saja karena tidak memiliki sarana dan prasarana sebagaimana diatur, namun penegakan hukum tidak dilakukan. Nah siapa yang salah, ya pemberi izin. Siapa itu? ya pemerintah," ungkapnya.
"Kalau semua perusahaan yang melanggar itu dilakukan penegakan hukum tanpa pandang bulu maka hal ini akan bisa dicegah dimasa mendatang. Inilah yang kita tunggu dari pemerintahan Jokowi-JK," tambahnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA