Jika sistem pelaksanaan pemilihan kepala daerah diperbaiki dan ditata lebih baik, pilkada bisa diselenggarakan dengan efisien dan efektif sehingga bisa mengikis ekses-ekses negatif pilkada langsung yang jika dibiarkan bisa merusak sistem demokrasi yang saat ini sedang dibangun.
Efisien maksudnya diselenggarakan secara hemat. Sementara efektif artinya, pilkada langsung mampu melahirkan pemimpin daerah yang berkualitas.
Karena itu, anggota DPD terpilih asal DKI Jakarta Fahira Idris berharap agar rakyat tetap yang memilih kepala daerah secara langsung, bukan DPRD. "Saya masih yakin dengan sistem pilkada langsung. Asal sistem dan mekanismenya diperbaiki,” ungkap Fahira dalam siaran persnya, Senin, (22/9).
Terkait mahalnya biaya penyelenggaran pilkada langsung bahkan sampai menguras APBD sebuah daerah, Fahira menyarankan agar RUU Pilkada yang sedang dibahas saat ini, ada klausul tentang penyeleggaraan pilkada langsung serentak.
Ke depan, Fahira menyarankan, hanya ada dua pemilu di Indonesia yaitu pemilu nasional (pemilu presiden, DPR, DPD dan DPRD) serta pemilu kepala daerah (gubernur, bupati, walikota). Dengan Pemilu serentak, lanjut Fahira, biaya penyelenggaraan terutama honor penyelenggara akan jauh lebih hemat.
“Kita harus siasati agar pilkada langsung tidak menggerogoti APBD sebuah daerah. Karena memang APBD idealnya diperuntukkan buat pemenuhan pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, bukan habis buat penyelenggeraan pilkada. Pemilu serentak, saya rasa pilihan yang bisa kita tempuh,” saran Fahira, Senator yang meraih suara terbanyak di Jakarta ini.
Selain itu, menurut Fahira, banyaknya celah dan kelemahan pilkada langsung selama 10 tahun terakhir ini juga disebabkan regulasi terkait pilkada tidak bisa menjawab kompleksnya persoalan pilkada langsung. Seperti yang kita tahu, selama ini aturan terkait pilkada hanya jadi salah satu klausul dalam UU No.32/2004 tentang Pemerintah Daerah.
“Saya berharap RUU Pilkada yang sebentar lagi disahkan jadi jawaban persoalan pelik pilkada, bukan malah menambahnya jadi lebih runyam, apalagi jadi alat untuk memburu kekuasaan,” harap perempuan berjilbab yang juga aktivis sosial ini. [zul]
KOMENTAR ANDA