Bayangkan ada orang yang usianya sudah belasan tahun, tetapi masih terus 'ngempeng' alias menetek pada Ibunya. Ketika orang bertanya-tanya kenapa demikian, usut punya usut karena hampir semua anggota keluarganya selalu khawatir jika si anak disapih akan terjadi apa-apa terhadanya.
Kekuawatiran itu terus berlanjut dan menjadi semacam 'keyakinan' kendati si anak sudah lulus SD, lulus SMP, dan bahkan lulus SMA! Maka kendati sang Ibu makin lanjut usia (dan sebenarnya sudah capek juga) sementara si anak juga sudah punya KTP karena secara jasmani dianggap dewasa, tetapi secara psikologi perkembangan manusia, ya masih balita.
"Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada PDIP, itulah kiasan yang agak pas buat parpol berlambang Banteng moncong putih ketika dalam Mukernas ke IV di Semarang kemarin memutuskan untuk tetap 'ngempeng' kepada Ketumnya yang sudah belasan tahun, Megawati Soekarnoputri (SM)," jelas pengamat politik senior, AS Hikam (Senin, 22/9).
Menurut Hikam, dari kaca mata keluarga besar PDIP dan para pendukungnya, tidak ada yang salah dengan "pengempengan" tersebut. Malah, Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo, PDIP harus dipimpin oleh keturunan Bung Karno (BK). Demikian juga kecemasan, kekuawatiran, kegalauan yang dilontarkan para petinggi PDIP, termasuk Presiden (terpilih) Jokowi sendiri, akan nasib dan kondisi PDIP seandainya Megawati turun tahta.
"Itulah tragedi dalam politik Indonesia yang, konon, sudah makin dewasa dan menjadi tauladan negara-negara lain dalam ihwal berdemokrasi," Hikam menjelaskan.
Hikam melihat, parpol-parpol besar, yang sejatinya merupakan perangkat keras atau 'hardware' dalam sistem demokrasi itu, ternyata banyak yang masih menggunakan piranti lunak (software) jadul yang tidak kompatibel dengan sistem. Maka jangan kaget kalau sering mogok (hang), dan bahkan mengalami gagal sistem (system failure) ketika ia dioperasikan.
"Contoh-contoh sudah bejibun. Yang terakhir misalnya kisruh mekanisme pilkada di DPR saat ini, dan UU MD3 yang kini diajukan ke MK. Bisa dikatakan munculnya kedua kasus tersebut karena inkompatibilitas antara 'hardware' dan 'software' dalam sistem demokrasi kita, khususnya dalam parpol-parpol. Maunya demokrasi berjalan lancar, tetapi tidak bisa karena mental dan kelakuan parpol-parpol dan politisinya masih belum beranjak jauh dari feudalisme. Saking jumudnya, sampai ada petinggi parpol mengatakan pilkada langsung bertentangan dengan Sila ke-4 Pancasila," demikian Hikam. [zul]
KOMENTAR ANDA