Presiden terpilih Joko Widodo perlu melakukan dan memimpin langsung fit and proper test untuk menyaring orang-orang yang bakal masuk ke dalam kabinetnya. Langkah itu perlu dilakukan untuk menghindarkan kejadian terulang dimana pada masa Pemerintahan SBY ini banyak menteri yang tersandung kasus korupsi.
Menurut Koordinator Relawan Nasional Persaudaraan Himpunan Masyarakat Indonesia (PAHMI) Pro Jokowi-JK, Muhyat AS langkah itu harus dilakukan menyusul dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II ini, sudah tiga menteri ditetapkan sebagai tersangka. Yaitu Menteri Pemuda dan Olah Raga, Andi Alifian Malarangeng dan Menteri Agama, Suryadharma Ali. Keduanya sudah mengundurkan diri. Yang terbaru, KPK juga menetapkan Menteri ESDM, Jero Wacik sebagai tersangka.
Dikatakan Muhyat, sekarang publik cenderung melihat, antara relawan dan partai pendukung Jokowi-JK lebih fokus mengusulkan nama-nama calon menteri berdasarkan kepentingan masing-masing. Hal ini, sama saja ‘ngrecoki’ (mengganggu) otoritas presiden untuk memilih menteri dalam kabinetnya.
“Jangan sampai juga terkesan saling minta jatah jabatan menteri. Itu jelas bukan komitmen relawan dan partai pendukung Jokowi-JK,” ungkap Muhyat dalam keterangan pers (Sabtu, 6/9).
Menurutnya, para relawan dan partai politik pendukung seharusnya lebih mengusulkan mekanisme untuk memilih calon-calon menteri yang benar-benar bersih. Yaitu, memiliki kapabilitas (kemampuan) yang sudah teruji dengan track record, dan terbukti akuntabilitasnya, tidak terlibat atau berhubungan dengan pihak-pihak tertentu yang pernah tersandung kasus pelangaran hukum.
"Saya khawatir preseden buruk kasus menteri jadi tersangka korupsi, akan terjadi di kabinet Presiden Jokowi kalau pertimbangannya interest politik atau kepentingan relawan. Bapak Joko Widodo sudah menegaskan menteri yang akan dipilihnya nanti harus bebas dari kepentingan apapun, selain untuk kepentingan mensejahterakan rakyat. Harusnya itu yang dikawal,” tandas mantan Ketua Umum BADKO-HMI Jawa Tengah- DIY ini. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA