Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, mensyukuri kebebasan pers Indonesia dapat dinikmati di era reformasi. Selama ini, presiden dan negara tidak pernah mencampuri urusan kebebasan pers itu.
Demikian disampaikan saat menghadiri silaturahmi pers dan peluncuran Buku SBY dan Kebebasan Pers yang diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Jakarta, Jumat malam (5/9). Hadir dalam acara itu Presiden SBY dan istri, Mensesneg Sudi Silalahi, Ketua Umum PWI Margiono, para pimpinan media massa, dan praktisi media massa dan tokoh-tokoh pers nasional.
Bagir Manan menghargai sikap presiden yang selalu menyampaikan kritik bila ada pemberitaan yang tidak menguntungkan. SBY tidak pernah lebih dari menyampaikan keluhan. Karena itu, sebaiknya SBY tidak memutus hubungan dengan pers bila nanti sudah pensiun dari jabatan presiden. Caranya, tetap menulis di kolom-kolom pers.
"Bapak bukan sekedar presiden dalam 10 tahun terakhir tapi pemimpin bangsa. Hubungan dengan pers saya harapkan dilanjutkan dengan baik. Salah satu caranya, nanti bersedia mengisi kolom-kolom pers secara teratur dengan isu tertentu sebagai intelektual," kata Bagir yang disambut senyuman Presiden dan Ibu Negara, dikutip dari setkab.go.id.
Dalam kesempatan itu, Presiden SBY mengatakan, kerap mendapat kritik keras dari pers selama 10 tahun memimpin bangsa Indonesia. Tapi SBY menilai, justru selama itu pula pers menyelamatkannya dari kemungkinan adanya abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan).
"Tanpa kritik yang saya terima selama 10 tahun ini belum tentu saya bertahan hingga akhir masa bakti saya, Saya ucapkan terimakasih kepada insan pers," ujar SBY.
Menurut Kepala Negara, seorang pemimpin harus bisa dikritik dan tidak boleh tertutup terhadap kebebasan pers. Pemimpin harus mau terbuka jika ada pihak yang tidak suka terhadap kebijakan yang dikeluarkan.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA