Puluhan massa yang tergabung dalam Satgas PDI-P Sumut, Lembaga Wartawan Indonesia (LWI) DPD Sumut dan mahasiswa mengamuk di PN Medan. Mereka meminta agar terdakwa Basrul Winarto Pasaribu (32) warga Jalan Karya Bakti Gang Gereja Kelurahan Sari Rejo Medan Polonia tidak dikriminalisasikan.
"Ada apa ini, kenapa tidak ada pemberitahuan. Dari tadi pagi kami nunggu, kenapa bisa tiba-tiba sidangnya," teriak massa di lantai 3 Pengadilan Negeri Medan, Kamis (28/8/2014) sore. Massa ke lantai 3 untuk mengikuti sidang Basrul. Sayangnya, sidang beragendakan dakwaan tersebut sudah selesai sebelum massa datang ke lantai 3.
Hal inilah yang memicu massa kecewa dan kesal dan menjadi perhatian pengunjung dan petugas security. Massa menilai, Basrul yang dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat hanya dijebak dan merupakan korban penganiayaan yang diduga dilakukan Hakim PN Kisaran, Safwanuddin Siregar (42) bersama orang-orang suruhannya berjumlah 40 orang.
"Safwanuddin hakim yang bisa balik kan fakta, mentang-mentang orang kaya. Dimana keadilan Indonesia ini. Seharusnya dia (Safwanuddin) yang dijadikan tersangka," tambah massa.
Kepada wartawan, Koordinator Satgas PDI-P Sumut, Guntur P Turnip menjelaskan, kejadian tersebut berawal pada saat Basrul dan Abdul Latif (42) warga Jalan Brigjen Katamso Gang Keluarga Medan, mengerjakan sebuah proyek pembangunan di Istana Prima II, Jalan Brigjen Katamso Medan.
"Saat pembangunan proyek itu, sekitar 500 KK (Kepala Keluarga) yang berdomisili di lokasi sudah setuju. Sedangkan dia (Safwanuddin) tidak setuju, karena disitu rumah orangtuanya," kata Guntur membuka pembicaraan.
Karena tidak setuju, mereka pun melakukan negosiasi hingga muncul lah ide Safwanuddin yang hendak menjual rumah orangtuanya sebesar Rp 5 juta per meter.
"Manalah mau bos harganya segitu. Itu harga gila," tegas Guntur.
Tepat pada tanggal 10 Mei 2014 lalu, sekitar 40 orang yang diduga dipimpin oleh Hakim PN Kisaran, Safwanuddin mendatangi proyek tersebut.
Mereka langsung mendatangi Basrul dan membabi buta menghantamnya dengan kayu serta balok. Bahkan, Basrul sempat diseret-seret dan dibawa ke rumah orangtua Safwanuddin yang tak jauh dari proyek itu.
"Yang lainnya pada lari ketakutan karena banyak massa dari Safwanuddin. Karena Basrul sudah sekarat, dia dibawa ke Polsek Medan Kota. Apa masuk akal, dia yang sudah babak belur dituduh mau membunuh Safwanuddin," terang Guntur.
Apalagi, lanjut Guntur, di kantung Basrul ditemukan pisau carter. "Ini sudah tidak masuk akal. Dia dijebak oleh Safwanuddin," lanjutnya.
Selain Basrul, Abdul Latif juga mengalami luka lembam di sekujur tubuh akibat penganiayaan yang diduga dilakukan Safwanuddin bersama orang-orang suruhannya.
Keduanya sempat dibawa ke RS Husada kawasan Tanjung Morawa untuk mendapatkan perawatan.
"Basrul sudah buat laporan ke Polsek Medan Kota pada tanggal 11 Mei 2014. Tapi, sampai sekarang kasusnya masih P-19. Ini ada apa," kesal Guntur. Sementara Abdul Latif, membuat laporan ke Poldasu dengan Nomor: STPL/574/V/2014/SPKT II tanggal 14 Mei 2014. Sama seperti Basrul, laporan Abdul juga masih P-19.
Sepekan setelah membuat laporan, salah satu pelaku yang diduga suruhan Safwanuddin, Mardiwal (43) warga Jalan Brigjen Gang Merdeka Medan, ditangkap petugas kepolisian. Namun, tak sampai dua pekan ditahan di Poldasu, Mardiwal bebas tanpa alasan yang jelas.
"Masalah ini sudah ditangani oleh Badan Bantuan Hukum (BBH) PDI-Perjuangan, Onan Purba selaku penasehat hukum. PDIP akan mengawal kasus ini hingga selesai. Kasus ini juga segera kita laporkan ke Komisi III DPR RI," pungkas Guntur.[rgu]
KOMENTAR ANDA