Sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi APBD Kota Binjai tahun anggaran 2010 terkait pengadaan proyek fiktif swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan serta pemeliharaan sungai drainase dan gedung senilai lebih Rp5 miliar yang merugikan diperkirakan Rp3,3 miliar dengan terdakwa mantan Kepala Dinas PU Kota Binjai, Masniari kembali digelar di Ruang Cakra 7, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Kamis (28/8). Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa tersebut, Masniari mengakui menikmati Rp100 juta untuk kepentingan pribadi dan membagi-bagikannya ke honorer di Dinas PU Kota Binjai.
Masniari yang saat itu mengenakan kemeja lengan panjang dan berjilbab coklat sempat menangis saat dicecar pertanyaan oleh hakim anggota, Agus Setiawan karena dinilai masih menutup-nutupi sesuatu.
"Saudara sebagai Kepala Dinas PU, kenapa bisa melakukan ini, coba lah pikir, saudara Kadis, suami saudara pengusaha, apa tak cukup penghasilan saudara," katanya.
Masniari tak mampu menjawab dengan keras. Mikrophone di tangannya sesekali saja diangkatnya untuk menjawab seadanya namun tak begitu terdengar.
Hakim Agus kemudian kembali bertanya. "Saya katakan lagi, saudara Kadis dan suami saudara pengusaha, saudara juga tahu kan, kalau di sekitar rumah saudara masih banyak orang yang miskin, saya minta saudara hitung, berapa penghasilan saudara ditotalkan dengan penghasilan suami saudara, pasti sampai kan Rp10 juta, apa tak cukup itu, berapa anak saudara, susu berapa harganya satu kaleng. Ini yang namanya sudah terlanjur basah. Saudara tak pernah bersyukur. Saudara hajah di sini. Harusnya malu," katanya.
Matanya berkaca-kaca sambil menganggukkan kepalanya di hadapan hakim. Masniari mengiyakan bahwa dari penghasilannya dan penghasilan suaminya jika digabungkan bisa mencapai Rp10 juta dan mengatakan bahwa dirinya memiliki 3 orang anak yang masih kecil.
"Sekarang, saudara jujur lah, berapa uang yang saudara nikmati, jawab jujur, sebelum hakim yang merincikan jumlahnya, karena uang itu nantinya yang akan saudara ganti, bahkan kalau cuma Rp50.000 pun harus saudara pertanggung jawabkan," tanya hakim.
Masniari tidak langsung menjawab dan terdiam beberapa saat. "Seratus juta rupiah pak," jawab Masniari yang kemudian menjelaskan bahwa uang tersebut dibagi-bagikannya ke honorer di Dinas PU Binjai.
Ketua Majelis Hakim, Nelson J. Marbun juga meminta kepada terdakwa agar lebih terbuka. "Saudara sebaiknya terbuka, karena di sini pengadilan, saudara tetap dilindungi hukum, apapun yang ingin disampaikan, sampaikan saja, misalnya soal dakwaan kepada saudara, soal kerugian negara yang didakwakan ke saudara, nah, menurut saudara, siapa pejabat lain yang harus bertanggung jawab di sini, selain saudara, adakah orang lain," katanya.
"Tidak ada pak," kata Masniari.
"Baik, tidak ada yang lain lagi ya, jawaban itu dicatat oleh panitera, bahwa tidak ada orang lain lagi selain saudara ya," kata Nelson yang diiyakan oleh terdakwa dengan anggukan.
Nelson juga mempertanyakan alasan terdakwa yang sebelumnya melarikan diri, apakah karena merasa takut. Menurut terdakwa, dia melarikan diri karena keluarganya takut kalau dirinya diperiksa dan nantinya dia dipenjara. "Bukan karena saya ketakutan," katanya.
Seusai mendengarkan keterangan terdakwa, sidang ditunda hingga pekan depan. Seusai persidangan, penasehat hukum enggan diwawancarai dan kemudian menghilang. Begitu juga dengan jaksa penuntut umum yang menghindar ketika ditemui wartawan. "Jangan saya, tanya ke Kejari Binjai saja," katanya sambil berlalu bersama terdakwa. Dalam sidang tersebut, selama persidangan jaksa penuntut umum juga lebih banyak diam sampai palu diketuk hakim.
Kepala Kejaksaan Negeri Binjai, Wilmar Ambarita yang dihubungi melaui seluler mengatakan bahwa jaksa penuntut umum dalam kasus Masniari adalah Lukas Sembiring dan Oktorius Lombo.
Sebagaimana diketahui, Masniarni didakwa merugikan negara Rp3,3 miliar terkait proyek swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan, pemeliharaan sungai, drainase dan gedung Tahun Anggaran (TA) 2010. Proyek senilai Rp5 miliar tersebut diduga fiktif. Proyek itu terdiri dari 69 paket pengerjaan. Yakni, 23 paket pekerjaan pemeliharaan jalan, 11 paket pemeliharaan jembatan, 13 paket pemeliharaan drainase, 7 paket pemeliharaan gedung, 9 paket pemeliharaan sungai dan 6 paket luncuran.
Menurut jaksa, proyek fiktif pemeliharaan jalan dan jembatan merugikan negara Rp2 miliar, sedangkan pemeliharaan sungai, drainase dan gedung sebesar Rp1,3 miliar. Sebelum diseret ke pengadilan, Masniarni sempat buron selama tiga tahun.
Dia ditangkap dari rumah persembunyiannya di Kampung Kranggan Kulon Kelurahan Jati Raden, Kecamatan Jati Sempurna Bekasi, Jawa Barat, pada 6 April 2014. Dalam perkara ini, majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan telah menghukum Arfan Batubara dan Zulfansya, selaku bendahara.[rgu]
KOMENTAR ANDA