Di dunia kepolisian ada teori untuk menemukan pelaku kriminal dengan melacak siapa yang paling diuntungkan dari sebuah kasus kriminal itu. Teori tersebut juga bisa digunakan dalam menyikapi kasus negara Islam Irak dan Syria (ISIS).
“Fenomena ISIS tidak bisa dipisahkan dari politik global. Pihak yang diuntungkan dari instabilitas di Irak dan Syria adalah para pencari sumber daya alam di muka bumi,” ujar dosen hubungan internasional FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Teguh Santosa dalam dialog bertajuk "Warning ISIS; Antara Ideologi Agama Vs Gerakan Politik Global," di Gedung Kementerian Agama, Jakarta (Kamis, 14/8).
“Salah satunya kelompok korporatokrat Amerika Serikat yang berkuasa di Capitol Hill, di samping kaum korporatokrat multinasional lainnya,” sambung Teguh.
Dialog yang digelar Nusa Institute itu juga menghadirkan Kepala Badan Nasional Pemberantasan Terorisme Ansyaad Mbai, Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar dan mantan Dubes RI untuk Suriah Muhamamd Muzammil Basyuni.
Sebelumnya, saat mempresentasikan fenomena ISIS di Indonesia, Kepala BNPT Ansyaad Mbai mengatakan, teori konspirasi tidak bisa dijadikan alat utama dalam menjelaskan fenomena ISIS. Menurutnya, ISIS adalah persoalan yang muncul dari kesalahan sekelompok umat Muslim dalam memahami ajaran-ajaran Islam. Khusus untuk Indonesia, Ansyaad mengatakan, perkembangan ISIS pesat dalam waktu singkat karena sudah memiliki infrastruktur berupa jaringan terorisme.
“Barusan ini saya bisik-bisik dengan Pak Ansyaad dan kami sepakat bahwa selagi ada fakta yang menjurus kepada sebuah peristiwa, maka apa yang disebut sebagai teori konspirasi bisa juga dijadikan acuan, walaupun tentu saja bukan penjelasan utama,” masih kata Teguh.
Menurut Teguh, dari pengalaman yang lalu konflik di kalangan umat Muslim, termasuk yang ditimbulkan oleh pemahaman-pemahaman yang berbeda mengenai ajaran Islam, kerap kali digunakan kelompok korporatokrat sebagai pintu masuk untuk menguasai sebuah kawasan yang kaya sumber daya alam.
“Konflik ini dibutuhkan sebagai pretext atau alasan untuk melibatkan diri lebih jauh di kawasan itu. Kalau tidak ada alasan, sementara ada keinginan menguasai sebuah kawasan, maka cara paling mudah adalah menciptakan sesuatu yang dapat digunakan sebagai alasan,” katanya lagi.
Berkaitan dengan penyebaran paham dan perkembangan ISIS di tanah air, Teguh berharap agar kaum muda dapat berhati-hati dalam memaknai perbedaan-perbedaan cara memandang ajaran Islam, dan tidak menjadikan kekerasan sebagai metode gerakan.
“Melihat aksi ISIS dalam video yang mereka rilis, saya yakin mereka ini adalah kelompok anti-Islam,” demikian Teguh. [zul/rmol]
KOMENTAR ANDA