post image
KOMENTAR
Kordinator Wildlife Crime Unit, Irma mengatakan, model perdagangan satwa dilindungi oleh oknum-oknum tertentu semakin beragam dan canggih. Salah satunya yakni dengan memanfaatkan teknologi, sehingga satwa yang diperdagangkan jarang terlihat secara langsung.

Hal ini menurutnya berbeda dibanding beberapa waktu sebelumnya, dimana para pedagang satwa lebih mengutamakan display atau memajangkan satwa yang akan mereka perdagangkan.

"Perdagangan satwa liar di beberapa daerah ada penurunan dalam hal display (pemajangan), misalnya di pasar burung di Jakarta (Pramuka dan Jatinegara) ataupun di Medan (Jalan Bintang) sudah berkurang, tidak seperti dulu," katanya, Kamis (14/8/2014)

Perdagangan satwa melalui media online maupun media sosial menurut Irma, sangat berpotensi membuat aksi ilegal tersebut semakin marak namun sulit dilacak. Untuk itu, ia meminta agar penegak hukum lebih lebih inovatif dalam mengungkap kasus perdagangan satwa.

"Salah satu misalnya bekerja sama dengan pihak Kemenkominfo atau instansi lainnya," ungkapnya.

Menanggapi hukuman 1 tahun 4 bulan dan denda Rp 5 juta, yang dijatuhkan oleh PN Medan terhadap seorang pelaku pedagangan satwa dilindungi bernama Dede Setiawan, menurutnya harus menjadi pelecut semangat penegak hukum dalam memberantas tindakan ilegal tersebut. Hukuman ini sendiri menurutnya sudah cukup untuk memberikan efek jera bagi pelaku.

"Karena, kebanyakan hukumannya cuma 6 bulan, kalo ini divonis 1 tahun 4 bulan dan denda Rp 5 juta, itu cukup lah," sebutnya.[rgu]

Menghilangnya Karakter Kebangsaan pada Generasi Z

Sebelumnya

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Opini