post image
KOMENTAR
Kepala Badan Pelayanan Perizian Terpadu (BPPT) Kota Medan Wiriya Alrahman mengatakan tarif Retribusi Izin Gangguan diusulkan naik hingga mencapai 69 persen.

Meski demikian ia yakin kenaikan tarif retribusi izin gangguan yang diusulkan dalam Ranperda tentang Retribusi Izin Gangunan tidak terlalu memberatkan masyarakat. Sebab, kenaikan tarif itu ditetapkan berdasarkan klasifikasi luas bangunan dan lokasi usaha.

"Tarif yang kita usulkan dalam Ranperda ini hanya penyesuaian, sebab tarif retribusi izin gangguan dari tahun 2002 sampai tahun 2014 belum pernah ada kenaikan. Jadi kita yakin kenaikan yang kita usulkan saat ini tidak terlalu memberatkan masyarakat," kata Wiriya Alrahman dalam rapat Ranperda tentang Retribusi Izin Gangguan, Rabu (13/8/2014).
 
Wiriya mengungkapkan, Ranperda tentang Retribusi Izin Gangguan yang diajukan ke DPRD Kota Medan saat ini merupakan revisi atas Perda No 22 tahun 2002 Tentang Izin Gangguan. Dalam Perda No 22 tahun 2002 ada kerancuan defenisi sebagai pedoman yang digunakan dalam menentukan klasifikasi gangguan.

"Sebelumnya klasifikasi gangguan dihitung berdasarkan baku mutu udara dengan tingkat emisi berat, sedang atau ringan. Hal seperti ini sangat membingunkan petugas lapangan dalam menentukan indeks, sehingga dalam Ranperda ini diganti berdasarkan besarnya daya listrik yang digunakan," ungkapnya.
 
Dalam menetapkan besaran tarif retribusi izin gangguan yang diusulkan dalam Ranperda ini, lanjut Wiriya, pihaknya mengklasifikasikannya menjadi dua jenis, yaitu izin gangguan kegiatan usaha industri dan kegiatan usaha bukan industri.

"Sesuai amatan kami, tarif retribusi kegiatan usaha industri selama ini sangat rendah. Jadi perlu dilakukan kenaikan dan kami mengusulkan 69% dari retribusi sebelumnya, dengan rincian kenaikan pada klasifikasi lingkungan naik sebesar 30% dan klasifikasi luas bangunan naik 30%," katanya.
 
Sedangkan untuk tarif retribusi izin gangguan kegiatan usaha bukan industri, menurut Wiriya, juga perlu ada peningkatan. Hanya saja keniakan pada kegiatan usaha bukan indutri ini ditentukan berdsarkan lokasi. Artinya, besaran tarif retribusi usaha yang terletak di pinggiran dengan yang tertetak di inti kota tidak sama.

"Untuk usaha yang terletak di pinggiran kota tarif retribusinya naik sebesar 30%, sedangkan untuk usaha yang berada di inti kota naik sebesar 49,5% dari retribusi sebelumnya. Dengan kondisi ini kita berharap kegiatan usaha dapat mengarah ke pinggiran kota sehingga pembangunan juga merata serta mengurangi kemacetan di inti kota," tandasnya.
 
Untuk retribusi izin gangguan jenis usaha perbengkelan dan perbankkan yang terletak di inti kota, tambah Wiriya, pihaknya mengusulkan naik menjadi 71,9% dari tarif retribusi sebelumnya.

"Sedangkan perbengkelan dan perbankkan yang terletak di pinggiran kota hanya naik menjadi 49,5%," ujarnya.
 
Ketua Pansus Ranperda tersebut, Aripay Tambunan mengatakan, angka-angka kenaikan tarif retribusi izin gangguan yang diajukan Pemko Medan malalui BPPT tersebut belum final, masih perlu dibahas dan didiskusikan dengan dunia usaha.

"Itu (kenaikan tarif retribusi-red) belum final, masih sekedar usulan yang dibuat dalam draf ranperda yang disampaikan ke pansus. Kita akan bahas lagi angka-angka itu dengan mengundang dunia usaha, seperti Kadin, Gapeknas, dan asosiasi dunia usaha lainya," kata Aripay.[rgu]

Sandy Irawan: Miliki Lokasi Strategis, Pemko Binjai Mestinya Prioritaskan Kawasan Ekonomi

Sebelumnya

Pemprov Sumut Segera Bagikan Rp. 260 Miliar Bantu Warga Terdampak Covid 19

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Pemerintahan