post image
KOMENTAR
Tidak masalah bagi Anda memiliki pasangan lebih dari satu. Akan menjadi masalah bila kelakuan Anda itu mengundang masalah bagi orang lain. Masalahnya, sampai hari ini, keputusan untuk memilih memiliki banyak pasangan masih menjadi bahan cibiran bagi orang lain. Dan penyebabnya demikian samar. Sarat dengan anasir dan cenderung dipolitisir. Padahal Indonesia telah menjamin kelegalan bagi pelaku poligami melalui Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan 1974.

Meskipun pada asasnya, dalam Pasal 3 ayat (1) UU Perkawinan mengatakan bahwa dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Ini berarti sebenarnya yang disarankan oleh undang-undang adalah perkawinan monogami.

Islam dan Poligami

Islam mengenakan status poligami sebagai perbuatan yang mubah. Silakan dilakukan, tapi tidak dianjurkan untuk dilakukan.

Diriwayatkan, dalam delapan tahun sisa usianya, Ahmad bin Abdullah melakukan praktik poligami. Sebelumnya sepanjang 28 tahun hidupnya, beliau menghabiskan waktu bersama seorang istri, Siti Khadijah. Poligami yang dipraktikkan Ahmad bin Abdullah seperti yang disampaikan dalam kitab Ibn al-Atsir, adalah upaya transformasi sosial. Mekanisme beristeri lebih dari satu perempuan yang diterapkan Ahmad bin Abdullah adalah strategi (situasional dan kondisional) untuk meningkatkan kedudukan perempuan dalam tradisi feodal Arab pada abad ke-7 Masehi. Dimana ketika itu nilai sosial seorang perempuan dan janda sedemikian rendah sehingga seorang laki-laki dapat beristri sebanyak mereka suka.

Strategi itu tak semata diambil sepihak, karena ada perintah Tuhan. (Sebagaimana Tuhan juga memerintahkan Yusuf untuk menikahi perempuan tua renta dan buta bernama Siti Zulaikha). Dari sekian banyak istri Ahmad bin Abdullah, tercatat hanya seorang yang gadis (Siti Aisyah, putri Abu Bakar) selebihnya adalah janda ditinggal mati.

Terakhir, Surat Annisa ayat 3 yang berbunyi “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.” bukanlah stempel legalisasi untuk praktik poligami.

Perlu diingat, jauh sebelum surat itu diturunkan kepada Ahmad bin Abdullah, praktik poligami sudah lebih dulu dilakukan. kaisar Tiongkok punya banyak selir, raja-raja Jawa, negus-negus Afrika, paraoh-paraoh Mesir, cesar di Romawi dan banyak orang dari kasta yang lebih rendah dari mereka itu telah terbiasa memiliki istri. Surat itu diturunkan untuk mengatur adat dan adab sehingga lebih beradab.

Sekarang, bagaimana tafsir Anda mengenai riwayat ini;

Diriwayatkan, Ahmad bin Abdullah telah bersabda "Beberapa keluarga Bani Hasyim bin al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan, kecuali Ali bin Abi Thalib menceraikan putriku, kupersilakan mengawini putri mereka. Ketahuilah, putriku itu bagian dariku; apa yang mengganggu perasaannya adalah menggangguku juga, apa yang menyakiti hatinya adalah menyakiti hatiku juga."

Maka sesungguhnya, bilapun Anda hendak beristri lebih dari satu, apakah dua, tiga atau empat, bahkan lima atau enam dan seterusnya, berhentilah berkilah bahwa itu perbuatan yang pernah dilakukan Ahmad bin Abdullah. Mulailah dengan mengatakan dan menegaskan bahwa mungkin sekali bahwa sunnah yang Anda lakukan itu adalah sunnahnya Firaun, kaisar Tiongkok, raja Romawi atau raja-raja Pulau Jawa. :D

Selamat berpoligami!

Menghilangnya Karakter Kebangsaan pada Generasi Z

Sebelumnya

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Opini