Pada persidangan lanjutan yang kelima dalam sengketa hasil Pilpres 2014 di gedung Mahkamah Konstitusi, pihak termohon atau Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendatangkan seorang saksi ahli, di samping 21 saksi lain.
Saksi ahli yang bernama Hasyim Sangaji secara khusus menjelaskan soal pelaksanaan pemungutan suara dengan menggunakan noken atau sistem ikat seperti yang dilangsungkan di Papua. Sangaji adalah tokoh asal Papua, dia sebelumnya pernah juga menjadi anggota KPU Provinsi Papua.
"Ini merupakan kearifan lokal yang perlu diberi ruang dalam perkembangan demokrasi. Penggunaan noken ini sudah berlangsung sejak pertama kali ada pemilu di Papua, yaitu tahun 1971 sampai 2014 ini," kata Sangaji di muka pengadilan.
Sepanjang pemilu yang sudah lewat, Sangaji menegaskan bahwa penggunaan noken tidak pernah dipersoalkan baik dalam pemilu pilpres, legislatif hingga pemilihan kepala daerah di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi di Papua.
"Pada saat itu MK dengan putusannya tidak menolak dan membatalkan pemungutan suara dengan noken di pedalaman Papua. Meskipun memang, dari prespektif asas pelaksanaan pemilu sistem noken ini tidak bersifat langsung dan rahasia," sambungnya.
Di akhir keterangannya, Sangaji kemudian meminta masyarakat menerima penggunaan kearifan lokal dalam penyelenggaraan pemilu ini dengan mengutip sajak dari presiden pertama Indonesia, Soekarno.
"Biarkan seribu kembang tumbuh di persada nusantara, berikan kearifan lokal untuk memperkaya khasanah budaya bangsa," tutupnya.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA