post image
KOMENTAR

Tidak dapat dipungkiri bahwa Jusuf Kalla adalah salah satu faktor penting di balik kemenangan sementara Joko Widodo sampai Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan apakah gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan Prabowo Subianto dapat dikabulkan atau tidak.

Jusuf Kalla politisi senior yang telah merasakan asam garam politik dan pemerintahan.

Jusuf Kalla pernah menjadi menteri di era Abdurrahman Wahid (1999-2001) dan Megawati Soekarnoputri (2001-2004), juga wakil presiden mendampingi SBY (2004-2009). Pos penting lain yang pernah ia duduki adalah ketua umum partai politik terbesar di Indonesia, Golkar.

Sebelum mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2014, Jusuf Kalla memimpin dua lembaga bergengsi, Palang Merah Indonesia (PMI) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI).

Latar belakang, pengalaman, jaringan politik dan jaringan bisnis JK inilah yang dinilai berperan besar dalam memuluskan langkah Jokowi ke kursi RI-1.

Di luar hal-hal tersebut di atas, JK juga memiliki catatan lain. Karena ingin bertindak dan bekerja cepat, JK terkadang cenderung mengabaikan aturan main yang berlaku.

Ketika menjadi wakil presiden mendampingi SBY, JK mengeluaran Keputusan Wakil Presiden tentang penanggulangan bencana menyusul tragedi tsunami di Aceh pada Desember 2004. Masalahnya, keputusan itu tidak memiliki dasar hukum.

Sebelumnya, JK memainkan peran dominan dalam pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid I. Ia disebutkan tidak segan dan tidak ragu menekan Presiden SBY dalam penyusunan kabinet.

Pengaruhnya terbilang besar di tubuh pemerintahan SBY periode 2004-2009.

Kini JK memasuki landscape politik yang baru.

Bersama Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan presiden terpilih Jokowi, JK sudah barang tentu ikut menentukan wajah pemerintahan baru.

Kalangan aktivis dan politisi yakin bahwa ketiga orang itu, Mega, Jokowi dan JK, menginginkan dukungan yang signifikan untuk pemerintahan baru, termasuk dukungan dari parlemen.

Di sinilah masalahnya berkembang ke arah lain yang sudah dikhawatirkan Mega sebelumnya.

Pengertian dukungan penuh dari parlemen juga ditentukan oleh ukuran koalisi, termasuk koalisi lawan. Bila Koalisi Merah Putih tetap solid, dapat dipastikan koalisi yang dipimpin Prabowo Subianto itu memiliki 2/3 kursi di parlemen dan menjadi masalah serius bagi pemerintahan Jokowi-JK.

 Karena itu kekuatan koalisi oposisi harus digembosi dan diperkecil.

 Dalam konteks ini penting untuk memikirkan segara cara yang mungkin demi menarik dukungan Golkar untuk Jokowi.

 Tetapi, menarik dukungan Golkar untuk Jokowi bisa berarti memberikan kesempatan kepada Jusuf Kalla untuk memperbesar basis politiknya di dalam pemerintahan Jokowi yang menganut paham koalisi tanpa syarat.

 Ketika basis politik JK, non-parlementer plus parlementer, semakin besar, dikhawatirkan JK akan kembali ke prilaku politik saat masih menjadi pendamping SBY.

 Megawati yang ingin menjadi satu-satunya matahari di dalam koalisi ini tentu tidak menginginkan kehadiran matahari lain selain dirinya.

 Sampai titik ini nampaknya dibutuhkan konsensus politik lain di antara ketiga tokoh utama itu.

 Selebihnya, wallahualam.[rmol/rgu]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa