Koalisi besar yang tergabung dalam tim pemanagan Prabowo-Hatta mendorong perubahan terkait posisi ketua DPR. Yaitu dalam revisi UU Nomor 27/2009 tentang Kedudukan MPR, DPR,DPD, dan DPRD (MD3).
Karena itu, posisi PDIP sulit, mengingat mayoritas kekuatan di DPR saat ini ada di pihak Prabowo-Hatta.
Partai koalisi Merah Putih pendukung Prabowo-Hatta kini terdiri dari Golkar, Demokrat, PKS, PPP, Gerindra dan PAN. Sementara parpol yang berkoalisi dengan PDIP di Pilpres 2014 mendukung Jokowi-JK adalah Hanura dan PKB. Sementara Partai Nasdem belum masuk DPR periode 2009-2014. Kekuatan pun cukup njomplang.
Posisi PDIP semakin sulit lantaran kubu Prabowo-Hatta mulai mewacanakan voting untuk mengesahkan usulan mereka. Jika cara ini ditempuh, PDIP terancam kalah.
"Kalau voting memang kita kalah," kata Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo, Selasa (8/7/2014).
Namun demikian kemungkinan PDIP enggan menempuh jalur voting. Tjahjo tidak menyebut apakah PDIP akan walk out saat voting digelar siang atau sore hari nanti.
"Belum tentu juga kita mau voting," katanya.
Apakah pertarungan di ranah Pilpres harus dibawa ke DPR secepat ini? Apa yang diharapkan kubu Prabowo-Hatta dengan menggunting PDIP di parlemen?
"Ini bukan soal takut, ini lebih pada nggak ikhlas saja PDIP jadi ketua DPR. Padahal menurut saya Pilpres dan DPR itu kan beda," demikian Tjahjo.
Sebelum UU MD3 ini direvisi, pimpinan DPR terdiri atas 1 orang ketua dan 4 wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak pileg (pasal 82 ayat 1 UU MD3). Sedangkan posisi ketua DPR otomatis menjadi jatah parpol pemenang pemilu (ayat 2), dalam hal ini adalah PDIP.[rmol/rgu]
KOMENTAR ANDA