Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla disarankan tidak maju sebagai Cawapres lagi pada Pilpres nanti. JK yang kini memimpin Palang Merah Indonesia itu dinilai lebih cocok menjadi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
"Beliau (JK) sangat bagus memantau jalannya pemerintahan dari jauh," jelas Dosen Ilmu Politik UIN, Faisal Nurdin Idris kepada Kantor Berita Rakyat Merdeka Online, Selasa, (29/4/2014).
JK yang kini berusia 70 tahun lebih tentu diharapkan tetap memberikan nasihat berbangsa dan bernegara tanpa harus terlibat langsung dalam pemerintahan. Tapi, kata Faisal, JK diharapkan memahami pentingnya proses kaderisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Sehingga nanti akan ada generasi baru yang masuk dalam pemerintahan," sambung dia.
Penolakan JK sebagai cawapres telah disampaikan banyak kalangan. Tadi siang, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa untuk Indonesia Bangkit (GMIB) menggelar aksi keprihatinan atas pencalonan JK di Bundaran HI, Jakarta.
Koordinator aksi GMIB Ahmad Ghufron mengungkapkan, banyak desakan agar JK kembali maju sebagai cawapres dimunculkan pihak-pihak yang menghendaki kepentingan tertentu. "Desakan (JK jadi cawapres) itu sudah massif, terutama di twitter. Pengamat juga dikondisikan. Para cukong itu yang menggerakkan,” jelasnya.
Padahal, kata Ghufron, desakan tersebut tanpa disadari telah menghina JK dalam kapasitasnya sebagai guru bangsa. Apalagi usia JK saat ini sudah di atas 70 tahun.
"Kami prihatin. Pak JK bagi kami adalah mantan wakil presiden yang bersih tanpa cacat. Beliau adalah negarawan," tandasnya.
Sementara itu, anggota aksi Aditya Pramana dalam orasinya menyatakan, pihaknya tidak rela JK dicalonkan sebagai cawapres. Pasalnya, besar kemungkinan JK hanya akan dijadikan alat untuk kepentingan kelompok yang tak bertanggungjawab.
"Kami menolak Pak JK jadi cawapres, bukan hanya untuk Jokowi, tapi juga capres lain. Pak JK bukan bumper politik. Pak JK bukan alat pemuas nafsu kekuasaan," demikian Aditya.[rmol|hta]
KOMENTAR ANDA