Kasus kematian Dimas Dikita Handoko yang dilakukan 7 mahasiswa tingkat II Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), merupakan kejahatan "turunan", dimana hampir terjadi pada setiap angkatan.
Dimas Dikita Handoko (20), merupakan taruna semester I Jurusan Nautika di STIP. Sulung tiga bersaudara, alumni SMA Negeri 3 Medan itu tewas Jumat (25/4/2014) malam, dengan sekujur tubuh penuh luka memar.
Pada Sabtu (26/2014) petang, jenazahnya tiba di Medan dan langsung dimakamkan di pekuburan muslim tak jauh dari kediamannya Jalan Cibadak, Gang 9, Kelurahan Belawan II, Medan Belawan.
Penganiayaan yang kerap dialami Dimas itu ternyata selalu dia ceritakan kepada sang kekasih, Tia Harahap.
"Dia memberi tahu melalui telepon dan SMS bahwa dia sering dipukuli, dipecahi jerawatnya. Itu sering, tapi nggak pernah sampai seperti ini," kata Tia.
Remaja yang mengaku telah berpacaran selama 2 tahun 5 bulan lalu ini mengatakan, penganiayaan yang dilaporkan kekasihnya itu dipicu bermacam sebab. Salah satu penganiayaan itu terjadi karena dia ketahuan menggunakan telepon genggam.
"Selain dipukul dan dipecahkan jerawat, dia juga pernah tidak diberi hak pesiar," jelasnya.
Tia juga mengaku biasa berkomunikasi sepekan sekali dengan Dimas. Hubungan terakhir berlangsung Jumat (25/4/2014) malam sekitar pukul 21.00 WIB.
"Waktu itu dia BBM, jangan BBM sekarang, soalnya sedang bersama senior. Sayang, BBM-nya sudah saya hapus," sebut Tia.
Selanjutnya, Tia mendapat kabar kekasihnya itu sudah meninggal dunia. "Semula ibunya telepon dinihari, tapi saya tidur. Pagi harinya baru saya diberitahu," ucapnya.
Mantan tim evaluasi IPDN, Ryas Rasyid menilai, kekerasan yang terjadi di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran adalah bentuk kejahatan sistemik, yang harus diusut secara tuntas.
"Ini kejahatan sistemik, maksudnya karena sistem pendidikan yang keliru, kaya Century saja," ujar Ryas Rasyid.
Wawancara dengan Ryas Rasyid itu dilakukan medio 2010 lalu, saat merebak video kekerasan di kampus STIP. Video itu merekam aksi kekerasan sejumlah siswa senior kepada juniornya secara bergantian.
Video ini memperlihatkan sejumlah taruna junior dibariskan di sebuah lorong. Mereka kemudian ditempeleng dan dipukul. Tampak seorang senior memegang kepala junior, sementara senior lainnya menampar wajah sang junior. Tak lama bibir junior berdarah dan menetes di telapak tangannya.
Orang tua dimas, Bernard Hutabarat, meminta program pembinaan dengan tindak kekerasan dihentikan. Kasus penganiayaan yang menewaskan putranya dan melukai enam orang taruna lainnya, tidak boleh terulang.
"Jangan ada lagi kasus kekerasan. Hendaknya yang seperti ini ditinggalkan," kata Hutabarat kepada wartawan di rumah duka, Sabtu malam usai pemakaman anaknya.
Menurut Hutabarat, tindak kekerasan dari senior kepada juniornya tidak bermanfaat. Pendidikan jangan lagi diwarnai dengan kasus-kasus yang tidak mengenakkan, seperti halnya penganiayaan di STIP. [ded]
KOMENTAR ANDA